Melawan Rekan Kerja Culas dan Toxic dengan Elegan, Taktik Psikologi yang Efektif
- Freepik
Lifestyle –Pernahkah Anda merasa energi terkuras bukan karena pekerjaan, melainkan karena ulah rekan kerja yang culas dan toxic? Mereka bisa berwujud kolega yang suka menjatuhkan diam-diam, mengambil kredit atas kerja orang lain, hingga membuat suasana kantor jadi tidak nyaman.
Menghadapinya tentu tidak mudah, apalagi jika kita ingin tetap terlihat profesional. Untungnya, ada cara elegan untuk melawan tanpa harus ikut-ikutan toxic.
Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana menghadapi rekan kerja toxic dengan komunikasi asertif, menetapkan batasan yang jelas, dan menggunakan kecerdasan emosional. Penjelasan ini juga diperkuat dengan wawasan dari Dr. Liane Davey, seorang psikolog organisasi dan penulis buku The Good Fight, yang telah banyak meneliti dinamika konflik di lingkungan kerja.
Mengenali Taktik Rekan Kerja Culas dan Toxic
Rekan kerja toxic biasanya tidak selalu terang-terangan. Ada yang tampak ramah di depan, tapi menusuk dari belakang. Beberapa ciri umum mereka antara lain:
- Menyebarkan gosip untuk menjatuhkan reputasi.
- Mengambil kredit atas kerja tim atau ide orang lain.
- Selalu mencari kesalahan tanpa memberi solusi.
- Membuat suasana kerja penuh ketegangan.
Dr. Liane Davey menjelaskan bahwa konflik di tempat kerja sebenarnya tak terhindarkan, tetapi jika salah satu pihak bertindak tidak sehat, situasi akan semakin merusak. Ia mengatakan:
“Kita sering menghindari konflik karena takut konfrontasi, padahal menghindar justru memberi ruang bagi perilaku toxic untuk tumbuh subur,” kata dia dikutip dari Harvard Business Review.
Komunikasi Asertif: Mengungkapkan Tanpa Menyerang
Kunci menghadapi rekan kerja culas adalah komunikasi asertif. Artinya, kita mampu menyampaikan pendapat, keberatan, atau kritik tanpa agresif, tapi juga tidak pasif.
Contoh sederhana:
Alih-alih berkata, “Kamu selalu menjatuhkan aku di depan bos!”, kita bisa berkata,
“Saya merasa tidak nyaman ketika pekerjaan saya dikritik tanpa konteks di depan atasan. Saya lebih menghargai jika kita bisa membicarakannya secara langsung.”
Menurut Dr. Davey, komunikasi yang efektif bukan tentang memenangkan argumen, tapi memastikan pesan Anda tersampaikan dengan jelas sekaligus menjaga hubungan kerja. Dengan cara ini, kita tidak terlihat defensif, namun tetap menjaga martabat diri.
Batasan yang Tegas: Mengendalikan Lingkungan Kerja
Rekan kerja toxic biasanya akan terus melangkahi batas jika kita tidak menegaskannya. Menetapkan boundaries berarti memberi sinyal jelas tentang apa yang bisa diterima dan apa yang tidak.
Misalnya:
- Jika rekan kerja sering melimpahkan pekerjaan di luar tanggung jawab kita, kita bisa berkata: “Saya bisa membantu, tapi hanya jika pekerjaan utama saya sudah selesai. Kalau mendesak, mungkin lebih baik kita diskusikan dengan atasan.”
- Jika sering dijadikan bahan gosip, batasi interaksi yang hanya seputar pekerjaan.
Dr. Davey menegaskan pentingnya hal ini, dia menyebut menetapkan batasan bukan berarti tidak kooperatif, melainkan cara sehat untuk menjaga produktivitas dan kesehatan mental di tempat kerja. Dengan begitu, kita melindungi diri tanpa harus terlihat keras kepala.
Kecerdasan Emosional: Senjata Elegan Melawan Toxicity
Selain komunikasi dan batasan, kecerdasan emosional (emotional intelligence) adalah senjata ampuh. Ini mencakup kemampuan mengenali emosi diri, mengendalikan reaksi, serta membaca emosi orang lain.
Menghadapi rekan kerja toxic seringkali memancing emosi. Namun, jika kita terpancing amarah, mereka justru menang. Di sinilah kecerdasan emosional berperan:
- Belajar menenangkan diri sebelum merespons.
- Membedakan kritik yang konstruktif dengan sekadar serangan personal.
- Menggunakan empati untuk memahami motif mereka, tanpa harus membenarkan perilakunya.
Seperti dikatakan Dr. Davey, kecerdasan emosional membantu kita tetap tenang dalam konflik. Dengan begitu, kita bisa memilih respon yang bijak, bukan sekadar reaksi spontan.
Strategi Jangka Panjang: Bangun Aliansi Sehat di Tempat Kerja
Selain melawan secara elegan, penting juga membangun jejaring positif di kantor. Lingkungan kerja yang sehat tidak hanya mengandalkan individu, tapi juga sistem dukungan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Jalin hubungan baik dengan kolega yang suportif.
- Dokumentasikan hal-hal penting jika rekan kerja toxic mencoba menjatuhkan.
- Jika perilaku toxic semakin merugikan, jangan ragu melibatkan atasan atau HR.