Pamer Suami di Sosial Media: Bukti Cinta atau Insecure Terselubung?
- Freepik
Lifestyle –Di era digital, media sosial telah menjadi panggung utama untuk berbagi apa pun mulai dari foto makan siang hingga curhatan hati paling personal. Salah satu tren yang makin sering terlihat adalah unggahan yang memamerkan suami entah tentang pekerjaannya, kantornya yang mewah, prestasinya.
Bahkan caption seperti bersyukur punya suami sekeren ini. Sekilas, tampaknya wajar dan manis. Tapi, pernahkah kita bertanya sebenarnya ini bentuk cinta tulus atau ada sinyal butuh pengakuan dari luar?
Fenomena 'Pamer Suami' dan Validasi Sosial
Unggahan seperti ini bisa berupa foto suami di meja kerja, ceritanya pulang lembur demi keluarga, atau sekadar status yang menyebut betapa beruntungnya punya pasangan karier mapan. Tidak salah memang, bahkan bisa dibilang membanggakan pasangan adalah hal yang sehat.
Namun, dalam psikologi sosial, ada satu hal yang perlu kita waspadai yakni external validation keinginan untuk merasa bernilai lewat pengakuan orang lain. Di media sosial, bentuk validasi ini datang dalam wujud likes, komentar, repost, atau pujian. Lama-lama, tanpa sadar, kita menjadi terlalu bergantung pada reaksi orang lain untuk merasa bahagia dan percaya diri.
Profesor psikologi sosial dari Duke University, Mark Leary, menjelaskan bahwa manusia secara alami memang butuh pengakuan sosial untuk bisa merasa diterima dan berharga. Menurutnya kita tidak akan bertahan sebagai spesies tanpa adanya ikatan yang kuat dan hidup berkelompok.
Leary menambahkan, saat seseorang terlalu bergantung pada validasi eksternal, ia akan terjebak dalam siklus tidak sehat antara butuh pengakuan dan keraguan diri. Hal ini bisa berakibat buruk bagi harga diri. Mereka jadi mudah merasa kurang jika tidak mendapatkan reaksi yang diharapkan.
Ketika Pamer Suami Jadi Sinyal Insecure
Fenomena ini juga pernah diteliti oleh profesor psikologi dari Albright College, Dr. Gwendolyn Seidman, Ph.D.. Ia menyatakan bahwa orang dengan tingkat kepercayaan diri rendah cenderung lebih sering memamerkan hubungan mereka di media sosial. Tujuannya bukan hanya untuk membagikan kebahagiaan, tapi untuk meyakinkan diri sendiri dan orang lain bahwa hubungan mereka baik-baik saja.
Seksolog asal Australia, Nikki Goldstein, punya pendapat serupa. Dalam wawancaranya dengan beberapa media gaya hidup, ia menyebutkan bahwa pasangan yang sering memamerkan kemesraan atau pencapaian pasangan justru bisa jadi menyimpan kekosongan di balik layar. Menurutnya, like dan komentar dari orang lain menjadi alat pembenaran bahwa hubungan itu bernilai.
Menariknya, sebuah studi dari Northwestern University juga menemukan bahwa pasangan yang bahagia dan aman dalam hubungannya justru cenderung menjaga momen-momen mereka tetap pribadi. Bagi mereka, kebahagiaan tidak perlu diumumkan secara berlebihan.
Dibalik Hasrat Pamer, Ada Perbandingan Sosial
Di dunia media sosial, semua orang berlomba-lomba menunjukkan sisi terbaik hidup mereka. Hal ini erat kaitannya dengan teori Social Comparison oleh Leon Festinger (1954), yang menyatakan bahwa manusia secara alami suka membandingkan dirinya dengan orang lain untuk menilai apakah mereka cukup baik.
Ketika kita melihat unggahan orang lain tentang suaminya yang sukses, perhatian, dan ganteng, bisa muncul rasa ketinggalan. Maka muncullah dorongan untuk menampilkan hal serupa agar terlihat tidak kalah. Unggahan tentang suami yang kariernya bagus, mobilnya mahal, atau rumahnya megah bisa menjadi cara untuk membuktikan bahwa kita juga pantas mendapat pengakuan.
Bedanya Bangga Sehat dan Butuh Validasi, Tipis Tapi Nyata
Lalu, bagaimana membedakan mana bentuk ekspresi cinta yang sehat dan mana yang hanya bentuk kompensasi dari rasa kurang percaya diri?
Perbedaannya memang tidak selalu kentara, tapi bisa dikenali dari niat dan cara kita melakukannya.
Jika kamu membagikan momen bersama pasangan dengan perasaan hangat, tanpa mengharapkan reaksi luar yang besar, itu biasanya tanda kebanggaan sehat. Kamu ingin berbagi kebahagiaan secara alami dan tidak terobsesi pada jumlah likes atau komentar. Biasanya juga tidak terlalu sering, dan tetap memperhatikan privasi pasangan.
Sebaliknya, jika kamu merasa gelisah saat unggahan tidak mendapat respons seperti biasanya, atau jika kamu secara rutin mengatur konten tentang pasangan dengan angle terlihat keren, maka mungkin kamu sedang mencari validasi. Dalam kasus seperti ini, kebahagiaan bisa bergantung pada opini orang lain yang tentu saja, bisa berubah-ubah dan tidak bisa dikendalikan.
Jadi, Salah Nggak Sih Pamer Suami?
Sama sekali tidak salah. Tentu sah-sah saja merasa bangga terhadap pasangan dan ingin membagikannya. Namun, akan lebih sehat jika kita melakukannya dengan kesadaran penuh bahwa cinta dan penghargaan tidak perlu selalu diumumkan agar terlihat nyata.
Mungkin kita hanya ingin mengabadikan momen bahagia, dan itu baik. Tapi sebelum menekan tombol post, ada baiknya bertanya pada diri sendiri ‘Apakah aku memposting ini karena ingin berbagi… atau ingin diakui?’