Sering Terapkan Makan Dulu Baru Berenang? Waspadai Risiko Jantung yang Tersembunyi!
- Freepik
Lifestyle –Siapa yang waktu kecil sering disuruh makan dulu sebelum berenang? Orang tua kita percaya kalau perut terisi, kita nggak gampang masuk angin atau lemas saat di air.
Tapi tahukah kamu, makan tepat sebelum berenang justru bisa berdampak ke kesehatan jantung, terutama bila dilakukan dengan intensitas berenang tinggi?
Kebiasaan ini memang sudah seperti tradisi turun temurun di banyak keluarga Indonesia. Namun dari sisi medis, pertanyaannya bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga keamanan, khususnya bagi jantung dan sistem sirkulasi darah.
Mari kita bahas lebih dalam bersama penjelasan dari ahli jantung olahraga ternama dunia, Dr. John P. Higgins, dari McGovern Medical School, University of Texas.
Apa yang Terjadi Saat Kita Makan dan Langsung Berenang?
Setelah makan, tubuh kita mengalihkan sebagian besar aliran darah ke saluran pencernaan untuk membantu proses mencerna makanan. Ini adalah proses alami yang disebut shunting yaitu pengalihan aliran darah dari otot ke organ pencernaan.
Namun, jika kamu langsung berenang atau melakukan aktivitas fisik berat setelah makan, otot-ototmu akan kembali ‘meminta’ darah untuk memasok oksigen. Akibatnya, terjadi kompetisi antara sistem pencernaan dan otot tubuh untuk mendapatkan suplai darah.
“Aktivitas fisik intensif setelah makan besar bisa mengganggu sirkulasi darah ke organ penting, termasuk jantung. Bagi beberapa orang, ini bisa memicu gejala seperti pusing, nyeri dada, bahkan sinkop atau pingsan,” kata Higgins menjelaskan.
Dampak Potensial pada Kesehatan Jantung
Bagi orang yang sehat, berenang setelah makan mungkin hanya akan menimbulkan sedikit ketidaknyamanan seperti mual atau kram perut. Namun bagi yang memiliki gangguan jantung tersembunyi misalnya aritmia ringan, hipertensi, atau kelainan katup jantung yang belum terdeteksi, efeknya bisa lebih serius.
Beberapa risiko yang bisa terjadi antara lain:
- Penurunan tekanan darah mendadak (postprandial hypotension): Terjadi karena darah tertarik ke sistem pencernaan sehingga aliran darah ke otak dan jantung berkurang.
- Kram otot dan risiko tenggelam: Sistem pencernaan dan otot bersaing mendapat suplai darah, memicu spasme otot saat berenang.
- Stres jantung (cardiac strain): Terutama jika berenang dilakukan dengan intensitas tinggi segera setelah makan besar.
Kapan Aman Berenang Setelah Makan?
Higgins menyarankan jeda waktu ideal minimal 45 menit hingga 1 jam setelah makan ringan, dan 2 hingga 3 jam setelah makan besar sebelum berenang.
Ini karena dalam rentang waktu tersebut, pencernaan sudah mulai berjalan dan beban metabolik pada tubuh lebih stabil, sehingga risiko gangguan sirkulasi darah menurun.
Siapa yang Harus Lebih Waspada?
- Orang dengan riwayat penyakit jantung.
- Anak-anak dengan obesitas atau gangguan metabolik.
- Lansia, karena sirkulasi darah lebih lambat.
- Orang yang belum makan seharian lalu langsung makan besar dan berenang.
Higgins menekankan pentingnya edukasi soal aktivitas fisik setelah makan, terutama pada anak dan remaja yang sering berenang saat liburan
“Mengajarkan jeda waktu sebelum berenang bukan soal tradisi lama, tapi langkah perlindungan sistem jantung dan otak dari stres metabolik mendadak,” kata dia.
Tips Aman Makan Sebelum Berenang
Bagi kamu yang memang harus makan sebelum berenang karena jadwal yang padat, berikut tipsnya:
- Pilih makanan ringan dan mudah dicerna, seperti buah, yogurt, atau roti panggang.
- Hindari makanan berlemak dan tinggi protein karena lebih lama dicerna.
- Jangan minum minuman berkafein atau terlalu manis sebelum berenang.
- Lakukan pemanasan ringan terlebih dahulu, jangan langsung berenang cepat.
- Perhatikan sinyal tubuh: Kalau merasa begah, mual, atau lelah—istirahat dulu.
Perlukah Tes Jantung Sebelum Berenang Rutin?
Jika kamu termasuk orang yang punya riwayat keluarga dengan penyakit jantung, atau merasa sering lemas setelah makan dan berolahraga, ada baiknya melakukan tes fungsi jantung sederhana seperti elektrokardiogram (EKG) atau tes treadmill.
Menurut Dr. Higgins, tes ini bisa membantu mengidentifikasi risiko tersembunyi
“Kita seringkali menganggap tubuh kuat, tapi jantung bisa punya ‘silent problem’. Deteksi dini jauh lebih baik daripada menunggu gejala berat muncul,” kata dia.