Sering Tiba-Tiba Marah atau Sedih Saat Haid? Ini Alasan Emosi Bisa Naik-Turun Drastis!
- Pixaby
Lifestyle –Pernahkah kamu merasa sangat sensitif, mudah tersinggung, atau bahkan menangis hanya karena hal kecil menjelang atau saat menstruasi? Banyak perempuan merasakan hal yang sama. Tiba-tiba marah tanpa tahu penyebabnya, sedih tanpa alasan yang jelas, lalu kesal karena merasa “berlebihan”. Ini bukan karena kamu lemah atau terlalu emosional—ada proses biologis rumit yang sedang terjadi di dalam tubuhmu.
Perubahan emosi yang ekstrem saat haid bukanlah sesuatu yang dibuat-buat. Faktanya, fluktuasi hormon yang terjadi selama siklus menstruasi memiliki pengaruh langsung terhadap kerja otak, khususnya bagian yang mengatur emosi dan stres. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara tuntas kenapa emosi tidak stabil saat haid, dari sisi ilmiah hingga bagaimana kamu bisa lebih memahami dan mengelolanya. Karena saat kamu memahami tubuhmu sendiri, kamu bisa berhenti menyalahkan diri dan mulai merawat diri dengan lebih bijak.
Perubahan Hormon yang Mengguncang Suasana Hati
Siklus menstruasi bukan hanya soal perdarahan bulanan. Ini adalah perjalanan hormonal yang memengaruhi seluruh tubuh, termasuk otak. Dua hormon utama yang berperan besar dalam perubahan emosi adalah estrogen dan progesteron. Keduanya berfluktuasi dalam sebulan, dengan puncaknya sebelum menstruasi dimulai—fase yang sering dikenal sebagai PMS (Premenstrual Syndrome).
Ketika kadar estrogen menurun tajam menjelang menstruasi, produksi serotonin, yaitu zat kimia di otak yang bertanggung jawab atas perasaan bahagia dan tenang, ikut menurun. Akibatnya, kamu bisa merasa cemas, gelisah, atau murung. Dalam beberapa kasus, bahkan muncul gejala seperti depresi ringan. Pada saat yang sama, progesteron—yang berfungsi menenangkan tubuh—juga naik lalu turun secara drastis. Kombinasi perubahan ini menciptakan kondisi tidak seimbang yang memengaruhi suasana hati secara signifikan.
Tidak heran jika kamu merasa seperti kehilangan kendali. Otak sedang mencoba beradaptasi dengan perubahan hormon, namun respons tubuh bisa terasa intens, apalagi jika ditambah faktor stres, kurang tidur, atau pola makan yang tidak seimbang.
Otak dan Hormon: Hubungan yang Tak Terlihat tapi Kuat
Salah satu bagian otak yang paling terpengaruh oleh fluktuasi hormon adalah amigdala, yang bertanggung jawab atas respons emosional seperti marah dan takut. Saat kadar estrogen menurun, amigdala menjadi lebih aktif, membuat kamu lebih reaktif terhadap rangsangan emosional. Sementara bagian otak yang bertugas mengontrol impuls, yaitu korteks prefrontal, justru bekerja lebih lambat karena kurangnya dukungan serotonin.
Inilah alasan mengapa hal kecil bisa terasa sangat besar saat haid. Misalnya, komentar ringan dari teman bisa terasa menyakitkan, atau keributan kecil di rumah bisa memicu ledakan emosi. Respons ini bukan drama atau sikap berlebihan, melainkan efek langsung dari proses kimiawi yang sedang berlangsung di otak.
Selain itu, hormon juga memengaruhi kualitas tidur, dan tidur yang terganggu dapat memperburuk stabilitas emosi. Maka, emosi yang tidak stabil saat haid adalah hasil dari serangkaian reaksi biologis yang saling terhubung dan tidak bisa dianggap remeh.
Tak hanya hormon yang jadi penyebab utama, gaya hidup sehari-hari juga bisa memperburuk kondisi emosional saat menstruasi. Misalnya, konsumsi kafein berlebihan bisa meningkatkan kecemasan dan membuat tidur terganggu. Asupan gula tinggi dapat menyebabkan lonjakan dan penurunan kadar gula darah yang mendadak, menciptakan perasaan mudah marah atau lelah secara tiba-tiba.
Kurangnya aktivitas fisik juga berdampak. Olahraga terbukti membantu tubuh melepaskan endorfin—senyawa alami yang bisa meningkatkan suasana hati dan mengurangi rasa sakit. Tanpa cukup gerak, tubuh kekurangan “penyeimbang alami” ini, membuat kamu lebih mudah terseret dalam emosi negatif.
Stres juga menjadi faktor besar. Saat tubuh sudah sibuk mengatur hormon, tambahan stres dari pekerjaan, hubungan, atau tekanan sosial bisa jadi pemicu emosi meledak-ledak. Apalagi jika kamu tidak punya cukup waktu untuk diri sendiri atau tidak terbiasa mengekspresikan emosi dengan sehat.
Bisakah Emosi Saat Haid Dikendalikan?
Jawabannya: bisa, tapi tidak dengan memaksakan diri untuk “kuat” atau menahan emosi. Mengelola emosi saat haid membutuhkan pemahaman dan dukungan, baik dari dalam diri maupun lingkungan sekitar. Langkah pertama adalah menyadari bahwa apa yang kamu alami adalah proses biologis yang valid. Ini bukan soal lemah atau tidak kuat mental.
Mulailah dengan mencatat siklus haidmu dan perhatikan kapan biasanya emosi kamu mulai berubah. Dengan mengenali polanya, kamu bisa mempersiapkan diri lebih baik—misalnya, dengan merencanakan waktu istirahat lebih banyak di hari-hari rawan, atau menghindari situasi yang bisa memicu stres.
Perhatikan juga asupan nutrisi. Makanan kaya magnesium, vitamin B6, dan omega-3 terbukti membantu menstabilkan emosi. Cukupi tidur malam minimal 7–8 jam, dan lakukan aktivitas yang bisa membantu relaksasi seperti yoga, meditasi, atau sekadar mendengarkan musik favorit.
Meskipun ketidakstabilan emosi saat haid tergolong umum, ada kalanya gejala ini menjadi terlalu berat hingga mengganggu aktivitas dan hubungan sosial. Jika kamu mengalami ledakan emosi ekstrem, merasa putus asa berlebihan, atau sampai kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulu kamu sukai menjelang menstruasi, bisa jadi itu adalah tanda PMDD (Premenstrual Dysphoric Disorder)—kondisi yang lebih serius dari PMS biasa.
PMDD memerlukan penanganan medis, dan kamu tidak perlu malu untuk mencari bantuan profesional. Dengan kombinasi terapi, perubahan gaya hidup, dan jika perlu pengobatan, kondisi ini bisa ditangani dengan baik. Mengenali kapan kamu butuh bantuan adalah bentuk keberanian dan kepedulian terhadap diri sendiri.
Emosi yang tidak stabil saat haid bukanlah “drama” atau kelemahan. Ini adalah reaksi alami tubuh terhadap fluktuasi hormon yang kompleks dan memengaruhi berbagai sistem, termasuk otak dan suasana hati. Dengan memahami proses ini, kamu bisa berhenti merasa bersalah atas emosi yang muncul dan mulai mencari cara untuk mengelolanya dengan bijak.
Mulai dari mengatur pola hidup, memperbaiki pola makan, cukup istirahat, hingga mengenali kapan harus istirahat dari tekanan sekitar—semua itu adalah bentuk cinta pada diri sendiri. Karena tubuhmu bekerja keras setiap bulan, dan kamu berhak untuk merawatnya dengan penuh pengertian, bukan dengan penolakan.