6 Pekerjaan Entry-Level yang Tak Lagi Dilirik Gen Z, Gaji Kecil dan Jam Kerja Kaku Jadi Alasan
- Freepik
Lifestyle – Saat ini, generasi Z (gen Z) sudah memasuki usia produktif semakin selektif dalam memilih pekerjaan. Mereka tidak lagi melihat pekerjaan awal karier hanya sebagai batu loncatan seperti generasi sebelumnya yang merupalan refleksi dari realitas ekonomi dan ekspektasi baru terhadap dunia kerja.
Bagi Gen Z, faktor gaji yang tidak sebanding, jam kerja yang kaku, hingga beban kerja berlebihan membuat enggan menerima pekerjaan tertentu. Fenomena ini tidak muncul tanpa alasan.
Survei Gallup mencatat bahwa tingkat keterikatan karyawan di Amerika Serikat hanya 31 persen yang jadi terendah dalam satu dekade terakhir. Angka ini paling menurun pada kelompok pekerja di bawah 35 tahun.
Artinya, generasi muda seperti gen Z lebih rentan merasa tidak puas dengan pekerjaan yang dianggap melelahkan, tidak bermakna, atau tidak sepadan dengan upah yang mereka terima. Alih-alih mengikuti pola lama, gen Z berani menolak pekerjaan dianggap tidak memberi nilai tambah, baik untuk kesejahteraan finansial maupun kesehatan mental.
Mengutip Newsweek, berikut enam pekerjaan entry level yang tidak lagi dilirik gen Z. Apa saja? Simak ulasan lengkapnya di bawah ini.
1. Pekerjaan Ritel dan Layanan Makanan
Bidang ritel dan food service dulu sering menjadi pintu masuk anak muda dalam dunia kerja. Namun kini, Gen Z menilainya sebagai pekerjaan dengan gaji rendah, jam kerja panjang, dan tekanan tinggi.
Gen Z juga merasa pekerjaan ini kurang memberi ruang berkembang, sehingga lebih memilih jalur karier yang menawarkan fleksibilitas dan prospek jangka panjang.
2. Call Center dan Customer Support
Menjadi staf call center sering dianggap pekerjaan dengan tingkat stres tinggi. Tekanan dari target kinerja, interaksi dengan pelanggan yang sulit, serta rutinitas monoton membuat Gen Z enggan menjadikannya pilihan. Bagi mereka, pekerjaan ini bukan hanya melelahkan secara mental, tetapi juga kurang memberikan apresiasi yang setimpal.
3. Pekerjaan Gudang
Warehouse dan pekerjaan manual labor semakin ditinggalkan Gen Z. Faktor fisik yang menguras tenaga ditambah risiko kesehatan membuat pekerjaan ini terasa tidak menarik. Ditambah lagi, bayaran yang ditawarkan tidak sebanding dengan beban kerja. Gen Z cenderung mencari peluang di sektor digital atau pekerjaan remote yang dianggap lebih aman dan fleksibel.
4. Kerja Kantoran
Model kerja 9-to-5 yang identik dengan kantor korporasi kian ditolak generasi muda. Gen Z menilai pola kerja kaku ini membatasi kreativitas sekaligus mengganggu work-life balance. Mereka lebih condong ke pekerjaan yang memungkinkan fleksibilitas, termasuk hybrid atau full remote.
5. Sales
Pekerjaan sales berbasis komisi tanpa gaji pokok dipandang penuh ketidakpastian. Bagi Gen Z yang menghadapi realitas biaya hidup tinggi, pendapatan yang tidak menentu bukanlah pilihan bijak. Mereka mencari stabilitas finansial yang lebih terjamin dibanding risiko berpenghasilan nol jika target tak tercapai.
6. Magang Tanpa Bayaran
Generasi sebelumnya mungkin menerima magang tanpa bayaran sebagai jalan untuk menambah pengalaman. Namun bagi Gen Z, hal ini tidak realistis. Dengan biaya hidup dan utang pendidikan yang tinggi, magang tanpa kompensasi justru dianggap merugikan. Mereka lebih menghargai perusahaan yang memberi pelatihan sekaligus imbalan layak.
Perubahan Realitas Ekonomi dan Harapan Baru
Menurut pakar bisnis, perbedaan ini juga dipicu oleh kondisi ekonomi yang semakin berat. Harga sewa rumah melonjak, biaya hidup meningkat, dan utang pendidikan menumpuk. Jika 20 tahun lalu pekerjaan bergaji rendah bisa cukup untuk bertahan hidup, kini situasinya berbeda.
Gen Z tidak bisa lagi mengandalkan pekerjaan entry-level tradisional untuk memenuhi kebutuhan dasar sehingga mereka mencari pekerjaan dengan gaji lebih baik, fleksibilitas, serta peluang pengembangan diri. Ini adalah cara mengubah peta dunia kerja dengan berani menolak pekerjaan yang dianggap tidak layak.
Tidak hanya mengejar gaji, tetapi juga menuntut keseimbangan hidup, lingkungan kerja sehat, dan prospek karier yang jelas. Pergeseran ini seharusnya menjadi alarm bagi perusahaan untuk menyesuaikan strategi rekrutmen dan manajemen tenaga kerja. Dunia kerja kini bukan hanya soal memberi pekerjaan, melainkan juga menciptakan ruang yang sesuai dengan harapan generasi baru.