6 Alasan Career Minimalism Bakal Jadi Tren Kerja Siap Mengguncang Masa Depan

Ilustrasi Pekerja Gen Z
Sumber :
  • f

Lifestyle – Di tengah perubahan dunia kerja yang semakin cepat, generasi Z (gen Z) menghadirkan perspektif segar tentang arti kesuksesan. Bagi generasi muda yang lahir pada tahun 1997 hingga 2010, pekerjaan bukan lagi soal mengejar jabatan tinggi atau sekadar duduk di kursi manajer. 

Gen Z percaya, pekerjaan seharusnya menjadi sarana untuk mendukung kehidupan, bukan justru menghabisinya. Fenomena ini dikenal sebagai career minimalism

Bukan sekadar istilah tren, melainkan pergeseran nyata dalam cara generasi muda memandang karier. Jika generasi sebelumnya fokus meniti tangga korporasi dari bawah hingga puncak, Gen Z justru memilih memberi ruang untuk keseimbangan hidup, stabilitas finansial, dan kesempatan mengeksplorasi minat pribadi.

Dikutip dari Upworthy, berikut enam alasan career minimalism akan menjadi gaya hidup yang menjadi tren di masa depan. Yuk simak ulasan lengkapnya di bawah ini.

1. Menolak Terjebak di Tangga Korporasi

Data menunjukkan sebanyak 68 persen pekerja Gen Z tidak tertarik mengejar posisi manajerial kecuali ada kompensasi lebih tinggi atau jabatan yang sesuai. Ini bukan tanda malas, melainkan strategi. Gen Z tumbuh dengan menyaksikan generasi sebelumnya bekerja keras tanpa jaminan stabilitas. Karena itu, mereka memilih jalan realistis: hanya naik jika benar-benar sepadan dengan usaha.

2. Terapkan Lily Pad

Alih-alih berkarier linear dalam satu perusahaan, gen Z lebih suka berpindah sesuai kebutuhan. Filosofi ini sering disebut pendekatan lily pad, yaitu bagaikan katak yang melompat dari satu daun ke daun lain. Bisa saja generasi muda ini menerima gaji lebih rendah untuk pekerjaan kreatif, pindah industri yang lebih stabil, atau bahkan menukar jabatan tinggi dengan waktu luang lebih banyak.

3. Side Hustle Jadi Ruang Ambisi

Meski disebut career minimalism, bukan berarti Gen Z kehilangan semangat. Justru sebaliknya, ambisi mereka banyak tersalurkan lewat side hustle. Sebanyak 57 persen generasi ini punya pekerjaan sampingan, dan motivasi utamanya bukan hanya uang. Hampir separuh melakukannya agar bisa jadi bos bagi diri sendiri sementara 42 persen menjadikannya wadah mengejar passion.

4. Work-Life Balance Jadi Prioritas Utama

Bagi Gen Z, keseimbangan hidup dan kerja bukan sekadar jargon. Sebanyak 32% menilai work-life balance sebagai faktor terpenting dalam memilih pekerjaan. Bahkan, banyak yang rela menerima gaji lebih rendah asalkan bisa menjaga kualitas hidup. Tak heran, 73% pekerja Gen Z menginginkan fleksibilitas permanen, baik dalam waktu maupun lokasi kerja.

5. Gaya Kepemimpinan Berbasis Empati

Saat mulai menduduki posisi manajer, Gen Z membawa nilai baru dalam kepemimpinan. Bukan gaya otoriter, melainkan pendekatan kolaboratif dengan menekankan empati dan hubungan autentik. Bagi mereka, nilai perusahaan harus dijalankan nyata, bukan sekadar slogan di dinding kantor. Inilah yang membedakan mereka dari generasi sebelumnya.

6. Perusahaan Adaptif adalah Impian

Beberapa organisasi sudah membaca arah ini lebih cepat. Google, Microsoft, hingga General Motors memperkenalkan kebijakan kerja fleksibel, dukungan kesehatan mental, bahkan aturan berpakaian yang lebih bebas. Hasilnya, tingkat retensi karyawan lebih tinggi dan keterikatan pegawai semakin kuat. Perusahaan yang mau beradaptasi dengan pola pikir Gen Z terbukti lebih kompetitif.

Tren career minimalism yang dibawa Gen Z bukan sekadar gaya hidup, tapi jawaban atas tantangan kerja modern. Stabilitas untuk keamanan, side hustle untuk passion, dan keseimbangan untuk keberlanjutan. Gen Z sedang mengajarkan kita bahwa kesuksesan bukan soal kursi di sudut kantor, melainkan hidup yang selaras antara kerja, waktu, dan tujuan pribadi.