Dampak Selalu Menuruti Semua Keinginan Anak Sejak Kecil, Gedenya Bisa...
- Freepik
Lifestyle –Mengasuh anak merupakan tanggung jawab besar yang membutuhkan keseimbangan antara kasih sayang dan disiplin. Banyak orang tua, dengan niat memberikan yang terbaik, sering kali tergoda untuk memenuhi setiap keinginan anak sejak kecil, baik itu mainan baru, makanan favorit, atau kebebasan tanpa batas. Namun, kebiasaan ini dapat membawa dampak jangka panjang pada perkembangan emosional, sosial, dan psikologis anak.
Menurut psikolog anak, Dr. Laura Markham, selalu menuruti keinginan anak tanpa batasan dapat menghambat kemampuan mereka untuk mengelola emosi dan menghadapi tantangan hidup. Artikel ini mengulas dampak dari pola asuh permisif ini dan apa yang mungkin terjadi saat anak beranjak dewasa, lengkap dengan fakta dan panduan untuk orang tua.
1. Kesulitan Mengelola Emosi dan Frustrasi
Anak yang selalu mendapatkan apa yang diinginkan cenderung kesulitan mengelola emosi saat menghadapi penolakan atau kegagalan. Ketika setiap keinginan dipenuhi, mereka tidak belajar untuk menunda kepuasan (delayed gratification), yang merupakan keterampilan penting dalam kehidupan.
Menurut penelitian dari University of Minnesota (2018), anak-anak yang tidak terbiasa dengan batasan memiliki risiko lebih tinggi mengalami kecemasan dan kemarahan saat keinginan mereka tidak terpenuhi di masa dewasa. Hal ini dapat terlihat dari reaksi berlebihan terhadap kegagalan kecil, seperti kesulitan menerima kritik di tempat kerja atau dalam hubungan sosial.
2. Kurangnya Rasa Tanggung Jawab
Memenuhi semua keinginan anak tanpa mengajarkan konsekuensi dapat menghambat perkembangan rasa tanggung jawab. Anak mungkin tumbuh dengan pola pikir bahwa segala sesuatu akan diberikan tanpa usaha.
Psikolog Dr. John Townsend dalam bukunya Boundaries with Kids menjelaskan bahwa anak perlu memahami hubungan antara usaha dan hasil. Misalnya, jika anak selalu diberi mainan baru tanpa diminta membantu merapikan kamar, mereka mungkin tidak belajar nilai kerja keras. Di masa dewasa, ini bisa berdampak pada kurangnya inisiatif atau motivasi untuk mencapai tujuan.
3. Sifat Manja dan Ketergantungan
Pola asuh yang terlalu permisif sering kali menghasilkan anak yang manja dan bergantung pada orang lain. Menurut studi dari Journal of Child and Family Studies (2020), anak-anak yang dimanjakan cenderung memiliki kemandirian yang rendah, karena mereka terbiasa mengandalkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Saat dewasa, mereka mungkin kesulitan membuat keputusan sendiri atau menghadapi tantangan tanpa bantuan. Contohnya, mereka bisa menjadi individu yang sulit beradaptasi di lingkungan kerja atau mengharapkan orang lain menyelesaikan masalah mereka.
4. Rendahnya Kemampuan Sosial
Interaksi sosial yang sehat membutuhkan kemampuan untuk berbagi, berkompromi, dan menghormati kebutuhan orang lain. Anak yang selalu dituruti keinginannya mungkin tumbuh dengan sifat egosentris, karena mereka tidak terlatih untuk memahami perspektif orang lain.
Penelitian dari American Psychological Association (2019) menunjukkan bahwa anak dengan pola asuh permisif cenderung memiliki keterampilan sosial yang lemah, seperti sulit bekerja dalam tim atau menghargai batasan orang lain. Di masa dewasa, ini dapat memengaruhi hubungan interpersonal, baik dalam pertemanan maupun hubungan romantis.
5. Risiko Perilaku Konsumtif
Kebiasaan memenuhi semua keinginan anak, terutama dalam hal materi, dapat menumbuhkan pola pikir konsumtif. Anak mungkin terbiasa menganggap kebahagiaan bergantung pada barang atau pengalaman baru.
Menurut Dr. David Walsh, pakar parenting, pola ini dapat berlanjut hingga dewasa, meningkatkan risiko pengelolaan keuangan yang buruk, seperti utang kartu kredit atau pembelian impulsif. Orang tua dapat mencegahnya dengan mengajarkan nilai hemat dan pentingnya membedakan antara kebutuhan dan keinginan sejak dini, misalnya melalui pemberian uang saku dengan aturan tertentu.
Tips untuk Pola Asuh Seimbang
Untuk menghindari dampak negatif, orang tua perlu menerapkan pola asuh yang seimbang antara kasih sayang dan disiplin. Tetapkan batasan yang jelas, misalnya dengan menjelaskan mengapa tidak semua keinginan dapat dipenuhi.
Ajarkan anak untuk menghargai apa yang mereka miliki melalui kegiatan seperti bersyukur atau berbagi. Libatkan anak dalam pengambilan keputusan sederhana, seperti memilih mainan dengan anggaran tertentu, untuk melatih kemandirian. Selain itu, berikan pujian atas usaha mereka, bukan hanya hasil, untuk membangun mentalitas yang tangguh.