5 Kebiasaan Keuangan Kelas Menengah yang Diam-diam Bisa Bikin Miskin

Ilustrasi dompet kosong
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Banyak orang berpikir bahwa masuk ke kelas menengah berarti hidup sudah stabil. Penghasilan tetap, akses ke pembiayaan mudah, bahkan bisa memenuhi kebutuhan gaya hidup. Namun, di balik kenyamanan tersebut, sering kali tersembunyi kebiasaan finansial yang diam-diam berbahaya.

Peta Lowongan Kerja 2030, Ini Deretan Profesi yang Hilang dan Akan Naik Daun

 

Menurut laporan World Bank dan Asian Development Bank, kelas menengah adalah kelompok ekonomi paling rentan saat terjadi guncangan ekonomi, seperti pandemi, krisis energi, atau inflasi tinggi. Salah satu penyebabnya bukan hanya pendapatan yang tidak cukup besar, tapi juga gaya hidup dan kebiasaan finansial yang keliru.

Cair! Ini Cara Klaim BPNT Rp600.000, Jangan Sampai Kelewat!

 

Berikut lima kebiasaan keuangan yang umum dilakukan oleh kelas menengah, namun justru bisa menyeret mereka jatuh ke jurang kemiskinan jika tidak segera dikoreksi.

10 Jurusan Kuliah Ini Paling Banyak Hasilkan Pengangguran

 

1. Mengandalkan Gaji Bulanan Tanpa Sumber Pendapatan Tambahan

 

Mayoritas kelas menengah masih mengandalkan satu sumber pendapatan utama: gaji dari pekerjaan tetap. Padahal, risiko kehilangan pekerjaan atau stagnasi gaji bisa datang kapan saja.

 

Tanpa pendapatan tambahan seperti usaha sampingan, penghasilan pasif, atau investasi, Anda akan kesulitan bertahan saat kondisi keuangan memburuk. Diversifikasi income adalah langkah wajib untuk menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.

 

2. Gaya Hidup Mengikuti Kenaikan Gaji

 

Kenaikan penghasilan sering diiringi dengan peningkatan gaya hidup: pindah ke hunian lebih mahal, beli gadget terbaru, atau liburan ke luar negeri. Inilah yang disebut lifestyle inflation, musuh utama akumulasi kekayaan.

 

Jika seluruh kenaikan gaji langsung habis untuk konsumsi, maka tabungan dan investasi Anda tidak akan bertambah. Ujungnya, saat penghasilan menurun, gaya hidup tetap tinggi dan Anda terjebak utang.

 

3. Berutang untuk Barang Konsumtif

 

Kelas menengah punya akses mudah ke kartu kredit dan cicilan tanpa DP. Sayangnya, kemudahan ini sering disalahgunakan untuk membeli barang-barang konsumtif seperti gadget, fesyen bermerek, hingga liburan.

 

Berutang untuk aset produktif seperti rumah atau modal usaha masih bisa ditoleransi. Tapi jika utang digunakan hanya untuk memenuhi gaya hidup, maka Anda sedang menggali lubang keuangan tanpa sadar.

 

4. Tidak Punya Dana Darurat yang Memadai

 

Banyak kelas menengah merasa cukup aman karena punya gaji rutin, sehingga menunda membentuk dana darurat. Padahal, risiko seperti sakit, kehilangan pekerjaan, atau kebutuhan keluarga bisa datang kapan saja.

 

Idealnya, dana darurat yang sehat adalah setara 3–6 bulan pengeluaran. Tanpa itu, satu krisis kecil saja bisa membuat Anda menjual aset atau kembali ke lingkaran utang konsumtif.

 

5. Menunda atau Mengabaikan Investasi

 

Menabung saja tidak cukup untuk melawan inflasi. Tapi banyak kelas menengah masih ragu untuk berinvestasi karena takut rugi atau tidak cukup pengetahuan. Padahal, semakin dini Anda mulai berinvestasi, semakin besar peluang untuk membangun kekayaan.

 

Investasi bisa dimulai dari jumlah kecil lewat reksa dana, saham, emas, hingga obligasi ritel. Tidak perlu langsung besar, yang penting adalah konsistensi dan pemahaman dasar soal risiko dan tujuan finansial.

 

Menjadi kelas menengah bukan berarti kebal dari kemiskinan. Justru, posisi ini adalah yang paling rawan terpeleset jika tidak hati-hati dalam mengelola keuangan. Banyak kebiasaan yang terlihat wajar atau umum dilakukan, padahal efek jangka panjangnya bisa merusak stabilitas ekonomi Anda.

 

Dengan menyadari lima kebiasaan di atas dan mulai mengubahnya secara perlahan, Anda bisa membangun keuangan yang lebih kokoh dan siap naik kelas, bukan justru terjebak di zona nyaman yang rapuh.