Hutan di Kalimantan Ini Konon Dijaga oleh Roh Leluhur Dayak, Benarkah?

Ilustrasi hutan
Sumber :
  • Pixabay/camera-man

LifestyleKalimantan tidak hanya dikenal sebagai pulau dengan hutan hujan tropis yang kaya akan flora dan fauna, tetapi juga sebagai tanah yang penuh dengan warisan budaya dan spiritualitas masyarakat adat. 

Di balik lebatnya hutan-hutan Kalimantan, tersimpan banyak cerita yang berkembang secara turun-temurun dalam masyarakat Dayak. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah kepercayaan bahwa beberapa hutan di pulau ini dijaga oleh roh-roh leluhur.

Cerita mistis ini tidak hanya membentuk identitas budaya lokal, tetapi juga mulai menarik minat wisatawan yang gemar menjelajahi destinasi wisata horor dan wisata mistis. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana mitos dan tradisi dapat menjadi elemen penting dalam pariwisata budaya dan spiritual.

Hutan Sakral yang Dipercaya Dijaga Roh Leluhur

Salah satu hutan yang sering dikaitkan dengan kepercayaan mistis adalah Hutan Wehea yang terletak di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Hutan ini merupakan kawasan lindung yang dijaga oleh masyarakat adat Dayak Wehea. Bagi mereka, Wehea bukan sekadar kawasan ekologis, tetapi juga rumah bagi roh-roh leluhur yang terus mengawasi dan menjaga keseimbangan alam. Tidak sembarang orang boleh masuk ke wilayah ini tanpa izin dan ritual adat, karena dipercaya akan menimbulkan kemarahan dari para penjaga tak kasatmata.

Selain Wehea, masyarakat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan juga memiliki kawasan yang disebut “katuan larangan” dan “katuan karamat”. Ini adalah istilah untuk hutan yang dianggap suci dan tidak boleh diganggu oleh aktivitas manusia seperti penebangan atau pembukaan lahan. Masyarakat percaya bahwa kawasan tersebut dihuni oleh arwah leluhur dan makhluk halus penjaga hutan. Jika dilanggar, maka pelanggar diyakini akan mengalami gangguan, baik secara fisik maupun spiritual.

Di Kalimantan Tengah, dikenal istilah “pukung hima”, yaitu hutan angker yang dipercaya menjadi tempat tinggal roh-roh halus, atau yang dalam bahasa lokal disebut gana. Kepercayaan terhadap pukung hima sangat kuat, sehingga masyarakat enggan masuk tanpa restu adat. Konsep ini memperkuat narasi bahwa alam di Kalimantan bukan sekadar ruang fisik, tetapi juga ruang spiritual yang dihuni oleh entitas gaib.