Mitos dan Fakta Tradisi Ngaben di Bali, Turis Diperbolehkan Ikutan?

Tradisi Ngaben
Sumber :
  • Indonesia Kaya

Lifestyle – Pulau Dewata, Bali, bukan hanya dikenal dengan pantai eksotis dan terasering sawah yang memukau, tetapi juga kekayaan budaya dan spiritual yang terawat indah. Di antara segelintir tradisi sakral yang paling menarik perhatian dunia, tak ada yang sebanding dengan kemegahan dan filosofi mendalam dari Upacara Ngaben atau yang sering juga disebut Pitra Yadnya. Ritual kremasi ini kerap disalahartikan oleh khalayak luar sekadar sebagai 'upacara pembakaran mayat' yang penuh kesedihan, padahal maknanya jauh lebih dalam dan pelaksanaannya justru diliputi semangat kebahagiaan.

Bagi wisatawan yang beruntung menyaksikannya, Ngaben adalah jendela langka untuk melihat jantung spiritual masyarakat Hindu Bali. Namun, kemegahan ini seringkali dibarengi pertanyaan: apa saja mitos dan fakta di baliknya, dan yang paling krusial, apakah turis dapat ikut serta dalam prosesi sakral ini?

Makna Sejati di Balik Api Ngaben: Antara Mitos dan Realitas

Ngaben bukanlah sebuah ratapan atas kematian, melainkan sebuah perayaan pelepasan. Dalam konsep Hindu Dharma Bali, jasad manusia terdiri dari badan kasar (stula sarira) yang dibentuk oleh lima unsur alam semesta (Panca Maha Bhuta): air (apah), api (teja), tanah (pertiwi), udara (bayu), dan ruang hampa (akasa). Ngaben adalah cara suci untuk mengembalikan unsur-unsur kasar ini ke asalnya, sementara roh (atma) dilepaskan dari ikatan duniawi menuju alam para leluhur (Pitra) dan bersatu kembali dengan Sang Pencipta (moksa).

Mitos: Ngaben adalah Upacara Duka yang Penuh Kesedihan

Fakta: Realitasnya justru sebaliknya. Masyarakat Bali memandang Ngaben sebagai momen yang penuh suka cita. Kematian dipahami sebagai pembebasan roh dari penjara fisik. Prosesi ini diselenggarakan dengan meriah—diiringi tabuh-tabuhan Gamelan Baleganjur yang enerjik, tarian, serta arak-arakan Bade (menara pengusung jenazah) dan Patulangan (wadah jenazah berbentuk lembu atau simbol lainnya) yang dihias megah. Kemeriahan ini melambangkan kegembiraan karena roh keluarga yang dicintai telah dibebaskan untuk menempuh perjalanan spiritual berikutnya.

Mitos: Jenazah Selalu Langsung Dibakar Setelah Meninggal

Fakta: Tidak semua jenazah langsung dikremasi. Ada beberapa jenis Ngaben, dan pelaksanaannya sangat bergantung pada status sosial, finansial, dan keputusan musyawarah keluarga.

  1. Ngaben Sawa Wedana: Upacara yang dilaksanakan segera setelah kematian, di mana jenazah masih utuh.
  2. Ngaben Asti Wedana: Dilakukan untuk jenazah yang sebelumnya telah dikubur. Tulang belulang akan digali kembali untuk dikremasi.
  3. Ngaben Massal (Ngaben Bersama): Dilakukan secara kolektif oleh desa adat untuk meringankan beban biaya keluarga, yang terkadang harus menunggu bertahun-tahun setelah jenazah dikubur. Biaya Ngaben yang besar memang menjadi tantangan bagi sebagian keluarga, menjadikannya sebuah yadnya (persembahan suci) yang membutuhkan perencanaan matang.

Partisipasi Wisatawan: Bolehkah Turis Ikut Serta?

Inilah pertanyaan yang paling sering diajukan. Singkatnya: Ya, turis atau wisatawan umumnya diperbolehkan untuk menyaksikan Upacara Ngaben.

Masyarakat Bali dikenal sangat terbuka terhadap budaya mereka dan tidak keberatan menjadikan tradisi luhur ini sebagai salah satu daya tarik wisata, asalkan kesakralan dan etika tetap dijaga sepenuhnya. Upacara Ngaben, terutama yang bersifat besar atau diselenggarakan oleh Puri (istana/kerajaan), sering menjadi tontonan kolosal yang menarik ribuan mata dari berbagai penjuru dunia.

Etika Kunjungan yang Wajib Dipatuhi Turis

Kehadiran sebagai saksi Ngaben adalah sebuah kehormatan, namun harus diimbangi dengan kepatuhan terhadap etika yang ketat. Kunci utama adalah rasa hormat dan kesadaran bahwa ini adalah ritual keagamaan, bukan pertunjukan semata.

  1. Berpakaian Sopan dan Santun: Wajib mengenakan pakaian yang menutupi bahu dan lutut. Sarung (Kamen) dan selendang (Saput) sangat dianjurkan. Hindari pakaian mencolok, terbuka, atau terlalu kasual seperti tank top dan celana pendek. Pilihlah warna netral sebagai tanda penghormatan.
  2. Jaga Jarak dan Jangan Menghalangi: Sederhanalah sebagai pengamat. Berdirilah di pinggir jalan dan jangan pernah mengganggu atau memotong jalur prosesi arak-arakan. Jangan pula menghalangi pandangan para peserta upacara.
  3. Bijak dalam Dokumentasi: Mengambil foto atau video diperbolehkan, namun selalu minta izin terlebih dahulu dan lakukanlah secara bijaksana. Hindari penggunaan flash atau drone yang terlalu mengganggu. Ingat, ini adalah momen duka dan spiritual bagi keluarga yang bersangkutan.
  4. Hormati Area Sakral: Jangan memasuki area privat, seperti rumah duka atau tempat kremasi (Setra) tanpa izin khusus. Selalu ikuti arahan dari panitia atau pecalang (polisi adat).

Menyaksikan Ngaben adalah pengalaman spiritual yang unik. Itu adalah pelajaran langsung tentang filosofi menerima kematian dengan ikhlas dan sukacita, sebuah warisan budaya tak benda dari Bali yang tak ternilai harganya.