Fakta Menarik Pulau Kemaro, Gak Pernah Banjir Padahal Ada di Tengah Sungai Musi

Pulau Kemaro
Sumber :
  • Indonesia Kaya

Lifestyle –Terletak hanya 6 kilometer dari Jembatan Ampera, pulau ini dikenal karena keunikannya yang luar biasa: tidak pernah tergenang air meskipun berada di tengah aliran sungai yang sering pasang. 

Nama "Kemaro" berasal dari kata "kemarau," mencerminkan fenomena alam unik di mana pulau ini tetap kering bahkan saat Sungai Musi meluap. Keistimewaan ini, ditambah dengan legenda cinta tragis dan warisan budaya Tionghoa-Melayu, menjadikan Pulau Kemaro destinasi wisata yang wajib dikunjungi di Palembang.

Fenomena Alam yang Unik

Pulau Kemaro memiliki luas sekitar 30 hingga 79 hektare, tergantung sumber, dengan ketinggian rata-rata 5 meter di atas permukaan laut. Fenomena tidak pernah banjir ini menjadi salah satu daya tarik utama. 

Meskipun Sungai Musi sering mengalami pasang tinggi, terutama pada musim hujan, pulau ini tetap kering. Hal ini disebabkan oleh posisinya sebagai delta yang terbentuk dari endapan tanah dan lumpur, menciptakan elevasi alami yang mencegah genangan air. 

Fenomena ini telah menarik perhatian wisatawan dan peneliti, menjadikan Pulau Kemaro sebagai keajaiban alam di tengah sungai yang membelah kota Palembang.

Legenda Cinta Tan Bun An dan Siti Fatimah

Pagoda di Pulau Kemaro

Photo :
  • Indonesia Kaya

Keunikan Pulau Kemaro tidak lepas dari legenda cinta tragis antara Tan Bun An, seorang saudagar Tionghoa, dan Siti Fatimah, putri Raja Sriwijaya. Kisah ini bermula ketika Tan Bun An datang ke Palembang untuk berdagang dan jatuh cinta pada Siti Fatimah. 

Untuk mendapatkan restu, Tan Bun An mengajak Siti Fatimah ke Tiongkok. Orang tua Tan Bun An merestui pernikahan mereka dan memberikan tujuh guci berisi emas sebagai hadiah. Namun, untuk menghindari bajak laut, emas tersebut disembunyikan di bawah lapisan sawi asin. 

Saat kembali ke Palembang, Tan Bun An yang penasaran membuka guci dan hanya menemukan sawi asin. Dalam kemarahan, ia membuang guci-guci tersebut ke Sungai Musi. Ketika guci terakhir pecah dan memperlihatkan emas, ia menyesal dan terjun ke sungai untuk mengambilnya, diikuti oleh pengawalnya dan Siti Fatimah. 

Ketiganya tenggelam, dan konon, pulau kecil muncul di tempat mereka tenggelam, yang kini dikenal sebagai Pulau Kemaro. Makam mereka di pulau ini menjadi tempat ziarah yang populer, terutama bagi mereka yang mencari berkah cinta.

Warisan Budaya dan Daya Tarik Wisata

Pulau Kemaro menawarkan perpaduan budaya Tionghoa dan Melayu yang kaya. Salah satu ikon utamanya adalah Pagoda sembilan lantai yang dibangun pada tahun 2006. Dengan tinggi 45 meter, pagoda ini memiliki delapan sudut yang melambangkan Pat Kwa atau Kedelapan Trigram dalam feng shui, dengan warna cerah yang mencerminkan simbolisme budaya Tionghoa. 

Di samping pagoda, terdapat Klenteng Hok Tjing Bio, atau lebih dikenal sebagai Klenteng Kwan Im, yang berdiri sejak 1962. Klenteng ini menjadi pusat ibadah umat Buddha dan Tridharma, terutama saat perayaan Cap Go Meh, yang menarik ribuan pengunjung dari dalam dan luar negeri, termasuk dari Singapura, Hong Kong, dan Tiongkok.

Selain itu, Pulau Kemaro juga memiliki Pohon Cinta, yang dipercaya sebagai lambang cinta abadi Tan Bun An dan Siti Fatimah. Mitos setempat menyebutkan bahwa pasangan yang mengukir nama mereka di pohon ini akan memiliki cinta yang langgeng. 

Namun, untuk melindungi pohon, pagar telah dipasang di sekitarnya. Pengunjung juga dapat menjelajahi Kampung Air, yang dibuka pada 2021, menampilkan budidaya ikan, sayuran hidroponik, dan bonsai. Galeri barang antik dari Sungai Musi, seperti yang dikelola oleh Musi Treasure Gallery, turut memperkaya pengalaman wisata dengan koleksi peninggalan sejarah.

Sejarah dan Peran Strategis

Selain legenda, Pulau Kemaro memiliki sejarah penting. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, pulau ini digunakan sebagai pos penjagaan, bahkan konon dikunjungi oleh Laksamana Cheng Ho untuk menumpas perompak. 

Pada abad ke-19, selama Perang Palembang I dan II, Kesultanan Palembang Darussalam membangun Benteng Tambak Bayo di pulau ini sebagai pertahanan lapis pertama. 

Lokasinya yang strategis dan tidak pernah tergenang menjadikannya benteng yang sulit ditembus, meskipun akhirnya jatuh ke tangan Belanda pada 1821. Pada 1965–1967, pulau ini sempat digunakan sebagai kamp tahanan politik, menambah dimensi kelam dalam sejarahnya.

Akses dan Fasilitas

Untuk mencapai Pulau Kemaro, wisatawan dapat menyewa perahu dari Dermaga Benteng Kuto Besak, dengan waktu tempuh sekitar 15–30 menit. Biaya sewa perahu bervariasi, mulai dari Rp50.000 hingga Rp150.000 untuk perjalanan pulang-pergi, tergantung jenis perahu seperti ketek atau speedboat. 

Tidak ada tiket masuk ke pulau, menjadikannya destinasi yang terjangkau. Pengunjung dapat menikmati kuliner khas Palembang seperti pempek dan tekwan di kedai-kedai sekitar dermaga, serta suasana sejuk berkat pepohonan rindang yang mengelilingi pulau.