Misteri Gunung Kawi, Benarkah Banyak Praktik Pesugihan?
- Pixabay/ignartonosbg
Lifestyle –Di tengah lanskap pegunungan hijau yang meneduhkan di wilayah Malang, Jawa Timur, berdiri sebuah lokasi yang tak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kisah-kisah spiritual dan mistis yang menyelimutinya: Gunung Kawi. Bagi sebagian orang, tempat ini adalah pusat ziarah spiritual.
Namun, bagi yang lain, nama Gunung Kawi identik dengan praktik pesugihan, ritual gaib yang diyakini dapat mendatangkan kekayaan secara instan. Gabungan antara kepercayaan masyarakat, sejarah lokal, dan cerita-cerita mitos menjadikan Gunung Kawi sebagai salah satu destinasi wisata horor paling menarik dan penuh kontroversi di Indonesia.
Letak dan Latar Belakang Gunung Kawi
Gunung Kawi terletak di perbatasan antara Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Akses menuju lokasi ini cukup mudah, dapat ditempuh melalui jalur darat dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum.
Kawasan ini menawarkan suasana tenang dan udara sejuk khas dataran tinggi, sehingga tak heran jika Gunung Kawi menjadi tujuan utama bagi mereka yang ingin berziarah sekaligus mencari ketenangan batin.
Di tengah kompleks Gunung Kawi terdapat makam dua tokoh penting, yaitu Eyang Jugo (Kyai Zakaria II) dan Eyang Sujo, yang diyakini memiliki kekuatan spiritual tinggi. Kehadiran makam ini menjadi magnet utama bagi para peziarah dari berbagai daerah, terutama dari kalangan etnis Tionghoa dan masyarakat Jawa yang masih memegang teguh tradisi spiritual.
Asal Usul Mitos Pesugihan di Gunung Kawi
Mitos mengenai praktik pesugihan di Gunung Kawi telah berkembang sejak puluhan tahun lalu. Menurut cerita yang beredar, mereka yang ingin mendapatkan kekayaan secara cepat dapat melakukan ritual khusus di area tertentu Gunung Kawi, dengan syarat harus memberikan “tumbal” sebagai bentuk perjanjian gaib. Tumbal ini bisa berupa hewan kurban atau bahkan dalam mitos ekstrem, nyawa manusia dari keluarga sendiri.
Legenda ini berkembang dari keyakinan terhadap karomah spiritual Eyang Jugo, yang diyakini mampu mendatangkan berkah berupa rezeki bagi mereka yang datang dengan niat tertentu.
Masyarakat lokal pun memiliki beragam pendapat: sebagian meyakini adanya praktik demikian, sementara yang lain menilai cerita tersebut berlebihan dan tak lebih dari bumbu cerita horor belaka.
Cerita-cerita ini tersebar luas, bahkan sampai diangkat ke berbagai media, mulai dari dokumenter televisi hingga film bertema wisata horor yang memperkuat kesan Gunung Kawi sebagai tempat penuh rahasia gaib.
Ziarah dan Aktivitas Wisata Spiritual
Meski dikenal dengan kisah pesugihan, aktivitas utama di Gunung Kawi sebenarnya adalah ziarah dan wisata spiritual. Para pengunjung datang untuk berdoa, bermeditasi, dan menyampaikan harapan mereka kepada leluhur. Kompleks makam dikelola secara teratur, dengan fasilitas umum seperti tempat ibadah, area parkir, kios suvenir, dan penginapan sederhana untuk peziarah yang ingin bermalam.
Pemerintah daerah setempat bersama pengurus makam juga telah menerapkan peraturan ketat untuk menjaga kegiatan tetap dalam batas keagamaan dan kebudayaan yang wajar. Ritual-ritual yang bertentangan dengan norma agama dan hukum negara tidak diperkenankan secara terbuka. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kisah mengenai praktik pesugihan tetap hidup di benak sebagian masyarakat dan wisatawan.
Cerita Mistis dan Testimoni Pengunjung
Aura mistis Gunung Kawi semakin kuat dengan berbagai kesaksian dari pengunjung yang mengaku mengalami kejadian ganjil. Di antaranya adalah suara gamelan terdengar di tengah malam, padahal tidak ada kegiatan yang berlangsung; bayangan sosok berjubah hitam melintas di antara pohon-pohon; hingga mimpi-mimpi aneh setelah bermalam di area sekitar makam.
Beberapa pengunjung juga mengaku merasa berat saat melangkah menuju area pemujaan, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menahan mereka. Fenomena seperti ini menambah daya tarik bagi mereka yang gemar mengeksplorasi dunia spiritual dan misteri gaib dalam bentuk wisata horor.
Pandangan Agama dan Budaya terhadap Praktik Pesugihan
Praktik pesugihan yang dikaitkan dengan Gunung Kawi menjadi perdebatan di kalangan tokoh agama dan budaya. Banyak yang mengecam ritual-ritual di luar syariat agama dan menyebutnya sebagai bentuk kemusyrikan. Di sisi lain, terdapat pula pandangan yang lebih lunak, melihat kunjungan ke Gunung Kawi sebagai bentuk pelestarian tradisi leluhur dan kepercayaan spiritual masyarakat lokal.
Pihak pengelola situs menegaskan bahwa kegiatan yang dilakukan di area makam Eyang Jugo bersifat keagamaan dan kultural, bukan okultisme. Mereka juga secara aktif mengedukasi pengunjung agar tidak terjebak dalam mitos-mitos yang menyimpang atau praktik-praktik yang tidak sesuai dengan norma hukum dan agama.