Kenapa Orang Jakarta Suka Naik KRL Meski Berdesakan?

KRL Commuter
Sumber :
  • Kereta Commuter Indonesia

Lifestyle –Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line telah menjadi tulang punggung transportasi warga Jakarta dan sekitarnya, menghubungkan wilayah Jabodetabek dengan lebih dari 90 stasiun dan panjang rel mencapai 418 kilometer. Meskipun kerap berdesakan di jam-jam sibuk, KRL tetap menjadi pilihan utama bagi jutaan komuter setiap harinya, dengan jumlah penumpang harian mencapai 700.000 hingga 1,04 juta orang pada 2019. 

Keandalan, tarif terjangkau, dan kemampuan menghindari kemacetan Jakarta menjadikan KRL primadona, meski kepadatan di rute-rute tertentu sering kali membuat penumpang harus berjuang mendapatkan ruang berdiri. 

KRL Commuter Line menawarkan sejumlah keunggulan yang sulit ditandingi moda transportasi lain di Jakarta. Pertama, tarifnya sangat terjangkau, hanya Rp3.000 untuk 25 kilometer pertama dengan tambahan Rp1.000 per 10 kilometer berikutnya, jauh lebih hemat dibandingkan bus atau kendaraan pribadi. 

Kedua, KRL bebas dari kemacetan lalu lintas, yang merupakan masalah kronis di Jakarta, memungkinkan penumpang tiba di tujuan dengan waktu tempuh yang lebih dapat diprediksi. Dengan kecepatan maksimum 70 km/jam dan rata-rata 40 km/jam, KRL menawarkan efisiensi waktu yang krusial bagi pekerja yang harus mengejar jadwal kantor. 

Selain itu, sistem pembayaran modern seperti Kartu Multi Trip (KMT) dan kartu uang elektronik seperti Flazz BCA, e-money Mandiri, Brizzi BRI, serta TapCash BNI memudahkan akses tanpa perlu antre tiket manual. Fitur seperti aplikasi KRL Access juga memungkinkan penumpang memantau jadwal, posisi kereta, dan tingkat kepadatan, meningkatkan kenyamanan perencanaan perjalanan.

Jam-Jam Sibuk KRL

Kepadatan penumpang KRL mencapai puncaknya pada jam-jam sibuk, yang biasanya terjadi dua kali sehari. Di pagi hari, rentang waktu antara pukul 05.30 hingga 08.00 WIB menjadi periode tersibuk, terutama pada pukul 07.00–08.00 WIB, dengan jumlah penumpang mencapai 72.000 orang dalam satu jam pada November 2020.Pada periode ini, stasiun-stasiun utama seperti Bogor, Cawang, Tanah Abang, dan Bekasi dipadati pekerja dan pelajar yang menuju pusat kota Jakarta.

Sore hari, antara pukul 16.00 hingga 18.00 WIB, kembali menjadi waktu puncak saat penumpang pulang dari kantor atau sekolah, dengan lebih dari 40.000 pengguna per jam. Pada Senin, jumlah penumpang bahkan bisa mencapai puncaknya, seperti tercatat pada 3 Juli 2023 dengan 912.923 pengguna. 

Untuk menghindari kepadatan, KAI Commuter menyarankan penumpang dengan jadwal fleksibel untuk bepergian di luar jam sibuk, seperti antara pukul 10.00 hingga 16.00 WIB, ketika kereta relatif lebih lengang.

Rute-Rute Tersibuk di Jabodetabek

Jalur KRL Jabodetabek terdiri dari tujuh rute utama, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Serpong, Cikarang, dan Rangkasbitung, dengan beberapa di antaranya dikenal sangat padat. Jalur Bogor–Jakarta Kota adalah rute tersibuk, menghubungkan Bogor dan Depok dengan pusat kota melalui stasiun-stasiun seperti Manggarai dan Sudirman. 

Jalur ini sering disebut sebagai yang “paling menyiksa” karena kereta dapat membawa hingga tiga kali lipat kapasitas normal 250 penumpang per gerbong pada jam sibuk. Jalur Cikarang–Jakarta Kota dan Bekasi–Jakarta Kota juga termasuk rute dengan kepadatan tinggi, terutama karena banyaknya pekerja yang tinggal di Bekasi dan sekitarnya. 

Stasiun Tanah Abang menjadi salah satu titik tersibuk karena kedekatannya dengan pusat perbelanjaan dan perkantoran, sering kali menyebabkan antrean panjang. Jalur Tangerang–Duri dan Serpong–Tanah Abang juga mengalami kepadatan, terutama pada sore hari saat penumpang kembali ke pinggiran kota. Untuk mengurangi kepadatan, KAI Commuter telah menambah jumlah perjalanan menjadi 1.129 per hari per Juli 2023 dan memperpanjang jam operasional dari pukul 04.00 hingga 24.00 WIB.

Strategi Penumpang Menghadapi Kepadatan

Meski berdesakan, banyak penumpang memiliki strategi untuk menyiasati kepadatan KRL. Beberapa memilih naik kereta dari stasiun awal seperti Bogor atau Bekasi untuk mendapatkan tempat duduk, sementara lainnya sengaja naik kereta dengan arah berlawanan, seperti dari Pondok Cina ke Depok Lama, untuk mendapatkan ruang lebih lega sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta. 

Gerbong khusus wanita di bagian depan dan belakang kereta juga menjadi pilihan bagi penumpang perempuan yang mencari kenyamanan. Namun, tantangan seperti kereta mogok, sinyal bermasalah, atau cuaca buruk dapat memperburuk pengalaman, seperti insiden di Stasiun Cawang–Duren Kalibata pada 2017, ketika kereta terhenti dan menyebabkan gerbong menjadi pengap. 

Meski demikian, transformasi KRL sejak era Ignasius Jonan, termasuk penghapusan gerbong ekonomi non-AC dan penambahan fasilitas seperti gerbong enam pintu, telah meningkatkan kenyamanan meski kepadatan tetap menjadi realitas sehari-hari.