Ukiran Misterius dan Tersembunyi di Stasiun Jakarta Kota, Mirip Simbol Masonik

Stasiun Jakarta Kota
Sumber :
  • Instagram/siemenstjhang

Lifestyle –Di jantung Kota Tua Jakarta, Stasiun Jakarta Kota—atau yang akrab disebut Stasiun Beos—berdiri sebagai monumen megah yang menyimpan jejak sejarah transportasi Indonesia. Lebih dari sekadar simpul kereta api, stasiun ini adalah karya arsitektur Art Deco yang memukau, dirancang oleh Frans Johan Louwrens Ghijsels pada 1926 dan diresmikan pada 8 Oktober 1929. 

Namun, di balik fasad elegan dan peron yang sibuk, terselip ornamen-ornamen misterius—pola geometris, ukiran yang menyerupai simbol masonik, dan lingkaran bintang dengan dugaan makna astrologis—yang mengundang rasa ingin tahu. 

Apakah ornamen ini sekadar hiasan estetis, atau menyimpan rahasia yang lebih dalam? Artikel ini mengajak Anda menyelami keindahan arsitektur Stasiun Jakarta Kota, misteri di balik ornamennya, dan daya tariknya sebagai destinasi wisata sejarah yang tak terlupakan.

Het Indische Bouwen: Karya Jenius Frans Johan Louwrens Ghijsels

Stasiun Jakarta Kota adalah masterpiece karya Frans Johan Louwrens Ghijsels, arsitek Belanda kelahiran Tulungagung yang lulus dari Technische Hoogeschool Delft. Bersama rekan-rekannya, Hein von Essen dan F. Stolts, Ghijsels mendirikan Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA), biro arsitektur yang menjadi pelopor gaya Het Indische Bouwen. Gaya ini memadukan teknik modern Barat dengan adaptasi lokal untuk iklim tropis, menciptakan bangunan yang fungsional sekaligus estetis.

Desain Stasiun Jakarta Kota mencerminkan pendekatan ini dengan sempurna. Bentuk bangunan menyerupai huruf “T” jika dilihat dari udara, dengan lobi utama yang megah dan atap kubah barel yang tinggi. Peronnya, yang didukung oleh pilar baja impor dari Belanda, menggunakan desain butterfly shed yang memungkinkan ventilasi optimal—solusi cerdas untuk iklim tropis Jakarta. 

Jendela-jendela lengkung bergaya Art Deco dan detail keramik di dinding menambah kesan elegan, seolah menggemakan filosofi Yunani Kuno: kesederhanaan adalah esensi keindahan. Konstruksi menggunakan beton dari Hollandsche Beton Maatschappij, menunjukkan kemajuan teknologi pada era kolonial.

Ghijsels, yang juga merancang bangunan ikonik seperti Gedung AIA (kini Cut Meutia), dikenal karena kemampuannya menyisipkan elemen simbolis dalam desainnya. Ini memunculkan spekulasi bahwa ornamen di Stasiun Jakarta Kota mungkin lebih dari sekadar dekorasi, melainkan cerminan nilai budaya atau spiritual tertentu.

Ornamen Misterius: Simbol Masonik atau Hiasan Estetis?

Salah satu daya tarik utama Stasiun Jakarta Kota adalah ornamen-ornamen yang menghiasi interior dan eksteriornya. Dinding keramik di lobi utama dan langit-langit ruang tunggu dipenuhi pola geometris—lingkaran, segitiga, dan garis simetris—yang tidak biasa untuk bangunan stasiun kereta pada umumnya. Beberapa peneliti, seperti Dr. Haryo Winarso dari Universitas Indonesia, mencatat bahwa beberapa ukiran menyerupai simbol-simbol yang diasosiasikan dengan Freemasonry, perkumpulan rahasia yang populer di kalangan elit Eropa dan kolonial pada abad ke-18 hingga ke-19. Simbol seperti jangka dan penggaris atau “mata dalam segitiga” sering muncul dalam arsitektur masonik, memicu teori bahwa Ghijsels, yang aktif di lingkungan kolonial, mungkin menyisipkan elemen ini secara sengaja.

Namun, tidak ada dokumentasi resmi yang mengkonfirmasi kaitan ini. PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyatakan bahwa ornamen-ornamen tersebut kemungkinan besar bersifat dekoratif, mengikuti tren Art Deco yang sedang booming pasca-Perang Dunia I. Gaya Art Deco memang dikenal dengan pola geometrisnya yang rumit, seperti yang terlihat di gedung-gedung ikonik seperti Chrysler Building di New York. Meski begitu, ketiadaan penjelasan resmi membuat simbol-simbol ini tetap menjadi teka-teki yang mengundang spekulasi.

Lingkaran Bintang: Makna Astrologis atau Kosmologis?

Di ruang tunggu utama, ornamen berbentuk lingkaran dengan pola bintang menjadi sorotan khusus. Beberapa sejarawan, seperti Dr. Agus Aris dari Lembaga Penelitian Sejarah Jakarta, berhipotesis bahwa pola ini memiliki makna astrologis, mungkin terkait dengan orientasi bangunan terhadap mata angin atau konstelasi bintang. Dalam tradisi arsitektur kuno, pola bintang sering digunakan untuk menyimbolkan hubungan antara bangunan dan alam semesta, seperti yang terlihat pada kuil-kuil Mesir atau observatorium kuno.

Letak Stasiun Jakarta Kota yang strategis di Kota Tua, dekat pelabuhan Sunda Kelapa dan jalur perdagangan kolonial, mendukung spekulasi bahwa ornamen ini dirancang untuk menyelaraskan bangunan dengan arah geografis atau nilai spiritual. Beberapa pengunjung bahkan melaporkan di X bahwa pola bintang ini tampak “bercahaya” di bawah pencahayaan tertentu, menambah aura misterius. Namun, tanpa catatan desain asli dari Ghijsels, makna sebenarnya tetap menjadi misteri yang memikat.

Daya Tarik Wisata: Menjelajahi Sejarah dan Misteri

Stasiun Jakarta Kota bukan hanya pusat transportasi, tetapi juga destinasi wisata sejarah yang menarik. Pengunjung dapat menikmati tur arsitektur yang diselenggarakan oleh komunitas seperti Jakarta Good Guide, yang menjelaskan detail desain dan cerita di balik ornamen-ornamen misterius. Suasana Kota Tua, dengan bangunan-bangunan kolonial seperti Museum Fatahillah dan Cafe Batavia, melengkapi pengalaman, menjadikan stasiun ini titik awal ideal untuk menjelajahi warisan Jakarta.

Bagi pencinta misteri, ornamen geometris dan dugaan simbol masonik menawarkan petualangan intelektual. Beberapa pengunjung melaporkan di X tentang “energi aneh” di lobi utama, meskipun ini mungkin efek sugesti dari cerita-cerita yang beredar. Fotografi di area lobi dan peron juga populer, terutama saat pagi atau sore hari ketika cahaya matahari mempertegas detail Art Deco.

Panduan Praktis untuk Wisatawan

Untuk pengalaman terbaik di Stasiun Jakarta Kota, ikuti panduan berikut:

Waktu Terbaik: Kunjungi pada pagi (07.00-10.00 WIB) atau sore (15.00-17.00 WIB) untuk menghindari keramaian penumpang dan menikmati pencahayaan alami yang memperindah ornamen.

Akses Transportasi: Stasiun ini mudah dijangkau via KRL Commuter Line (Stasiun Jakarta Kota), Transjakarta (halte Kota), atau ojek online. Parkir tersedia di sekitar Kota Tua untuk pengunjung berkendara.

Etika Berkunjung: Hormati aktivitas penumpang dengan tidak menghalangi peron atau pintu masuk. Fotografi diperbolehkan, tetapi hindari menggunakan flash di area lobi untuk menjaga kenyamanan.

Eksplorasi Sekitar: Lengkapi kunjungan dengan menjelajahi Sunda Kelapa, Museum Bahari, atau Tokoh Merdeka di Kota Tua untuk konteks sejarah yang lebih kaya.