Balita Susah Makan? Ini 7 Trik Ampuh Hadapi Anak GTM Anti Drama
- Pixabay
Lifestyle – Gerakan tutup mulut (GTM) lumrah dilakukan oleh para balita namun menjadi ujian kesabaran bagi orang tua. Setiap waktu makan terasa seperti medan perang krena anak menolak dan terus menutup mulut saat disuapi atau hanya mau makan menu favoritnya berulang kali.
Situasi ini kerap membuat orang tua frustrasi bahkan tak jarang menggunakan paksaan, iming-iming, atau marah-marah sebagai jalan keluar. Sayangnya, pendekatan semacam itu justru sering kontraproduktif. Anak malah makin enggan makan bahkan bisa menumbuhkan asosiasi negatif terhadap makanan.
Saat anak usia 1 sampai 5 tahun, si kecil berada dalam fase krusial pembentukan kebiasaan makan sehat yang akan dibawa hingga dewasa. Untuk itu, pendekatan psikologis yang lembut dan strategis lebih dianjurkan agar waktu makan menjadi momen belajar yang positif, bukan tekanan.
Berikut tujuh tips yang bisa ayah dan ibu lakukan saat menghadapi anak GTM.
1. Terapkan Aturan Satu Gigitan
Alih-alih memaksa anak menghabiskan sepiring sayur, ajak untuk mencoba satu gigitan saja. Prinsip ini dikenal sebagai one bite rule yang dinilai efektif untuk mengenalkan makanan baru tanpa membuat anak merasa tertekan. Penelitian menunjukkan bahwa anak perlu terpapar 10–15 kali pada jenis makanan baru sebelum menerimanya. Satu gigitan adalah awal kecil yang berarti.
2. Libatkan Anak dalam Proses Makan
Mengajak anak memilih sayuran saat belanja atau membantu menyusun piring makan dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan keterlibatan mereka. Anak usia dini senang merasa berperan dalam keputusan sehari-hari. Kegiatan sederhana seperti mencuci tomat atau menuang susu juga bisa menumbuhkan minat terhadap makanan yang mereka bantu siapkan.
3. Sajikan Makanan Secara Menarik
Penampilan makanan berperan besar dalam meningkatkan selera makan anak. Gunakan cetakan nasi berbentuk karakter, potong buah warna-warni menjadi bentuk bintang, atau susun makanan menjadi gambar wajah lucu. Makanan yang terlihat menarik akan memicu rasa penasaran anak dan membuat mereka lebih antusias mencoba.
4. Tetapkan Jadwal Makan
Konsistensi waktu makan penting agar anak mengenali ritme lapar dan kenyang. Hindari memberikan camilan terlalu sering atau terlalu dekat dengan jam makan utama. Idealnya, beri jarak minimal 2–3 jam antara camilan dan waktu makan. Dengan begitu, anak akan datang ke meja makan dalam kondisi cukup lapar, bukan karena dipaksa.
5. Ciptakan Suasana Menyenangkan
Hindari membuat waktu makan sebagai ajang mengomel atau bernegosiasi panjang. Anak-anak lebih responsif terhadap lingkungan yang positif. Pasang musik lembut, ajak ngobrol santai, dan duduk bersama keluarga saat makan. Jika anak hanya makan sedikit, jangan langsung memarahi tetapi tetap tenang dan beri pujian atas usaha anak.
6. Berikan Pilihan
Memberi pilihan membuat anak merasa punya kontrol, yang sangat mereka sukai di usia balita. Namun, batasi pilihan pada dua atau tiga opsi sehat. Contohnya, “Kamu mau wortel atau brokoli?” Strategi ini memberi rasa otonomi sekaligus memastikan pilihan tetap bernutrisi.
7. Jadi Teladan Makan Sehat
Anak-anak cenderung meniru orang dewasa, terutama orang tuanya. Jika ayah dan ibu menunjukkan kebiasaan makan sehat—seperti menikmati sayur, tidak pilih-pilih makanan, dan duduk makan dengan tenang—anak pun akan mengikuti. Jangan harap anak makan buah jika orang tuanya tidak pernah meliriknya.
Menghadapi balita susah makan memang tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin diatasi. Dengan pendekatan psikologis yang lembut, sabar, dan konsisten, orang tua dapat menciptakan hubungan positif antara anak dan makanan.
Ayah dan ibu perlu memahami bahwa saat anak makan bukan sekadar mengisi perut tapi juga momen belajar dan eksplorasi. Jadikan waktu makan sebagai bagian dari perjalanan tumbuh kembang yang menyenangkan bagi si kecil.