Anak Kurang Gizi di Kota Besar, Mitos atau Fakta?
- Istimewa
Lifestyle – Peringatan Hari Anak Nasional setiap 23 Juli menjadi pengingat bahwa pemenuhan hak-hak anak di Indonesia masih menyisakan pekerjaan rumah yang cukup besar. Salah satu isu yang kerap tertutupi oleh gemerlapnya kota besar adalah persoalan kesehatan dasar anak, terutama terkait gizi dan akses ruang aman untuk tumbuh kembang secara layak.
Fakta di lapangan menunjukkan, meskipun tinggal di kota besar dengan infrastruktur memadai, banyak anak Indonesia yang masih hidup dalam kondisi rawan gizi dan eksploitasi. Sebagaimana dilaporkan dalam data UNICEF dan BPS 2023, disebutkan bahwa 1 dari 4 anak Indonesia masih hidup dalam kondisi rentan terhadap eksploitasi, kurang gizi, keterbatasan akses pendidikan, serta minimnya ruang aman untuk tumbuh dan berekspresi.
Angka ini menunjukkan bahwa tantangan kesehatan anak bukan semata terjadi di pedalaman atau wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), tetapi justru berakar dalam pusat-pusat kota, di mana ketimpangan sosial-ekonomi menciptakan kelas marginal yang terlupakan.
Anak Jalanan dan Akses Gizi yang Terabaikan
Realitas ini diperkuat oleh data dari Kementerian Sosial RI yang memperkirakan bahwa terdapat lebih dari 16.000 anak jalanan di berbagai kota besar Indonesia. Anak-anak ini hidup dalam kondisi serba tidak menentu.
Mereka sering kali tak memiliki akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan bergizi, layanan kesehatan, dan tempat bermain yang layak. Gizi mereka bukan hanya sekadar minim, tapi berisiko terhadap stunting, gangguan perkembangan otak, dan kerentanan pada penyakit menular.
Mereka berada di ruang publik yang padat, terpapar polusi, risiko kekerasan, serta beban hidup yang terlalu berat untuk usia mereka. Hak untuk bermain, mendapat makanan sehat, dan dirawat secara layak adalah hak dasar yang sering kali diabaikan.
Inisiatif Nyata dari Lintas Sektor
Menanggapi kondisi ini, sejumlah pihak mencoba hadir dan memberikan solusi. Salah satunya datang dari TNP Group yang menggagas kegiatan sosial bersama komunitas Sahabat Anak Cijantung dan brand anak MUGU dalam acara bertajuk Karena Semua Anak Berhak Bermain dengan Bahagia.
“Di balik tawa anak-anak hari ini, ada pesan besar yang ingin kami suarakan: bahwa semua anak, tanpa terkecuali, berhak merasakan kebahagiaan dan masa kecil yang layak. CSR ini menjadi bagian dari komitmen kami untuk berperan serta dalam mendukung hak-hak anak di Indonesia, khususnya mereka yang hidup dalam keterbatasan,” ujar Mariana Farida, HRGA Manager TNP Group.
Kegiatan ini tidak hanya mengajak anak-anak bermain dan menyaksikan puppet show, tetapi juga memberikan ruang aman untuk belajar dan berkembang secara psikologis yang turut mempengaruhi kesehatan menyeluruh anak, baik fisik maupun mental.
Hak Bermain dan Hak atas Gizi adalah Hak Kesehatan Anak
Dalam Konvensi Hak Anak PBB 1989, disebutkan bahwa salah satu hak dasar anak yang perlu dijamin oleh negara dan masyarakat adalah hak untuk bermain dan berekreasi. Hal ini senada dengan semangat komunitas Sahabat Anak, yang sejak lama memperjuangkan pemenuhan hak-hak anak jalanan melalui pendekatan kasih sayang dan pembinaan.
“Salah satu hak anak yang paling mendasar namun paling sering diabaikan adalah hak untuk bermain. Banyak dari mereka tumbuh terlalu cepat karena harus bertahan hidup di jalanan. Kami bersyukur sekali, TNP Group dan MUGU hadir menemani mereka hari ini dengan tulus. Semoga ini bisa membuka lebih banyak mata dan hati untuk bergerak,” ungkap Aris Hilmawan, relawan Sahabat Anak Cijantung.
Isu anak kurang gizi di kota besar bukan mitos, tapi fakta yang terjadi di balik tembok tinggi gedung-gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan megah. Permasalahan ini membutuhkan kesadaran kolektif dari masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta untuk menciptakan ekosistem yang benar-benar melindungi anak mulai dari kebutuhan paling mendasar seperti makanan sehat dan ruang bermain, hingga perlindungan terhadap eksploitasi dan kekerasan.