Cara Praktis Working Mom Ajarkan Anak Beres-Beres, Kamar Rapi Tanpa Drama!

Ilustrasi anak bersih-bersih
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Bagi para working mom, mengajarkan anak untuk merapikan kamar sering kali menjadi tantangan, terutama dengan jadwal yang padat dan waktu terbatas di rumah. Namun, membentuk kebiasaan merapikan kamar sejak dini tidak hanya membantu menjaga rumah tetap teratur, tetapi juga menanamkan nilai tanggung jawab dan kemandirian pada anak. 

Dengan pendekatan yang tepat, proses ini dapat berjalan tanpa drama, bahkan menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Artikel ini akan menguraikan strategi praktis dan efektif yang dapat diterapkan oleh working mom untuk mengajarkan anak merapikan kamar dengan cara yang informatif, menarik, dan sesuai dengan tahap perkembangan mereka.

Ciptakan Rutinitas yang Jelas dan Konsisten

Rutinitas adalah kunci untuk membentuk kebiasaan positif pada anak. Menurut penelitian dari Journal of Child Development (2023), anak-anak lebih mudah mengadopsi perilaku baru jika dilakukan secara konsisten dalam jadwal yang terstruktur. Working mom dapat menetapkan waktu khusus setiap hari, misalnya 10-15 menit sebelum tidur atau setelah pulang sekolah, untuk merapikan kamar. Jelaskan kepada anak bahwa ini adalah bagian dari rutinitas harian, seperti menyikat gigi atau makan malam.

Untuk memudahkan, bagi tugas merapikan kamar menjadi langkah-langkah kecil yang sesuai dengan usia anak. Misalnya, anak usia 3-5 tahun dapat diminta untuk memasukkan mainan ke dalam keranjang, sementara anak usia 6-8 tahun bisa merapikan tempat tidur atau menyusun buku. 

Gunakan alat bantu visual, seperti daftar tugas dengan gambar untuk anak yang belum bisa membaca, agar mereka memahami ekspektasi dengan jelas. Konsistensi dalam menerapkan rutinitas ini akan membantu anak melihat merapikan kamar sebagai kebiasaan alami, bukan beban.

Jadikan Beres-Beres Sebagai Permainan

Anak-anak cenderung lebih antusias jika tugas dirancang sebagai aktivitas yang menyenangkan. Working mom dapat mengubah proses merapikan kamar menjadi permainan untuk meningkatkan motivasi anak. Misalnya, adakan “lomba cepat rapi” dengan timer untuk melihat seberapa cepat anak dapat memasukkan mainan ke tempatnya. 

Atau, gunakan metode “berburu harta karun” di mana anak harus menemukan dan mengembalikan barang-barang yang tidak pada tempatnya. Pendekatan ini tidak hanya membuat anak bersemangat, tetapi juga membantu mereka mengembangkan keterampilan motorik dan pemecahan masalah.

Menurut psikolog anak Dr. Laura Markham, permainan dapat mengurangi resistensi anak terhadap tugas rumah tangga karena mereka merasa terlibat secara emosional. 

Untuk anak yang lebih besar, working mom bisa memperkenalkan sistem poin, di mana setiap tugas yang diselesaikan memberikan poin yang dapat ditukar dengan hadiah kecil, seperti waktu bermain ekstra atau camilan favorit. Pastikan hadiah ini sederhana agar fokus tetap pada kebiasaan merapikan, bukan hanya pada imbalan.

Berikan Contoh dan Libatkan Anak dalam Proses

Anak-anak belajar dengan meniru perilaku orang tua. Sebagai working mom, tunjukkan contoh dengan merapikan barang-barang Anda sendiri di hadapan anak, seperti menyusun dokumen kerja atau merapikan meja makan. Jelaskan langkah-langkah yang Anda lakukan dengan bahasa sederhana, seperti, “Ibu taruh buku di rak supaya rapi dan mudah ditemukan.” Dengan melihat contoh nyata, anak akan lebih mudah memahami pentingnya menjaga kerapian.

Libatkan anak dalam proses merapikan bersama-sama, terutama di awal pembentukan kebiasaan. Misalnya, rapikan kamar bersama anak sambil memberikan panduan, seperti, “Ayo, kita taruh boneka di kotak ini dulu.” Pendekatan ini menciptakan momen kebersamaan yang memperkuat ikatan emosional sekaligus mengajarkan keterampilan. Meski waktu terbatas, luangkan beberapa menit di akhir pekan untuk melakukan “sesi beres-beres keluarga” agar anak merasa bahwa ini adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas mereka sendiri.

Gunakan Komunikasi Positif dan Puji Usaha Anak

Komunikasi yang positif sangat penting untuk mendorong anak tanpa membuat mereka merasa tertekan. Hindari kalimat yang terdengar seperti kritik, seperti, “Kamar kamu selalu berantakan!” Sebaliknya, gunakan kalimat yang membangun, seperti, “Ibu suka lihat kamar kamu jadi rapi setelah kamu susun mainannya.” Menurut studi dari Journal of Positive Psychology (2022), pujian yang berfokus pada usaha, bukan hanya hasil, dapat meningkatkan motivasi intrinsik anak untuk terus mencoba.

Saat anak berhasil merapikan kamar, akui usaha mereka, meskipun hasilnya belum sempurna. Misalnya, katakan, “Keren sekali, kamu sudah coba susun buku-buku ini!” Jika anak melakukan kesalahan, seperti meletakkan barang di tempat yang salah, berikan arahan dengan lembut tanpa menghakimi. Pendekatan ini membantu anak merasa dihargai dan termotivasi untuk terus belajar.

Sediakan Tempat Penyimpanan yang Mudah Diakses

Salah satu alasan anak enggan merapikan kamar adalah karena mereka kesulitan menemukan tempat untuk barang-barang mereka. Working mom dapat menyediakan tempat penyimpanan yang sederhana dan mudah diakses, seperti keranjang berlabel, rak rendah, atau kotak dengan warna berbeda untuk setiap jenis barang. 

Misalnya, kotak merah untuk mainan, kotak biru untuk buku, dan keranjang kecil untuk pakaian kotor. Sistem ini membantu anak memahami di mana setiap barang harus diletakkan tanpa merasa kewalahan.

Pastikan penyimpanan sesuai dengan tinggi dan kemampuan anak. Untuk anak balita, hindari rak tinggi yang sulit dijangkau atau laci berat yang berisiko mencelakakan. Dengan sistem penyimpanan yang ramah anak, mereka akan lebih mudah menjalankan tugas merapikan tanpa perlu bantuan terus-menerus.

Ajarkan Konsekuensi Alami dengan Lembut

Mengajarkan anak tentang konsekuensi alami dapat membantu mereka memahami pentingnya merapikan kamar. Misalnya, jika mainan tidak disimpan dengan rapi, barang tersebut mungkin sulit ditemukan saat ingin dimainkan lagi. 

Jelaskan konsekuensi ini dengan cara yang mendidik, seperti, “Kalau mainan tidak disimpan, nanti susah dicari saat kamu mau main lagi, ya.” Hindari hukuman keras, seperti menyita mainan, karena ini dapat memicu resistensi atau rasa takut.

Untuk anak yang lebih besar, working mom dapat memperkenalkan konsekuensi logis, seperti mengurangi waktu bermain jika kamar belum dirapikan. Pastikan konsekuensi ini dijelaskan sebelumnya dan diterapkan secara konsisten agar anak memahami hubungan antara tindakan dan akibatnya. Pendekatan ini membantu anak belajar tanggung jawab tanpa merasa diintimidasi.