Generasi Sandwich: Ketika Orang Tua Masih Mengandalkan Orang Tuanya Sendiri, Ini yang Terjadi!
- Freepik
Ketika dua generasi terlibat aktif dalam parenting, sering kali muncul dua pendekatan berbeda dalam mendidik anak. Kakek dan nenek umumnya memiliki pola asuh yang lebih tradisional dan permisif. Mereka cenderung memanjakan cucu dan sulit menegakkan batasan, karena secara psikologis merasa tidak lagi bertanggung jawab penuh sebagai pengasuh utama.
Sementara itu, orang tua muda—yang lebih banyak terpapar dengan konsep pengasuhan modern seperti positive parenting, pembentukan kemandirian, atau stimulasi dini berbasis sains—berusaha menerapkan disiplin, rutinitas, dan konsistensi. Perbedaan ini berpotensi menciptakan inkonsistensi dalam aturan rumah, yang pada akhirnya membingungkan anak.
Bahkan, tidak jarang orang tua merasa kehilangan otonomi dalam menjalankan keputusan pengasuhan. Dalam banyak kasus, keputusan penting terkait makanan, aktivitas, atau waktu istirahat anak bisa diambil oleh kakek-nenek tanpa diskusi. Situasi ini membuat orang tua muda menghadapi dilema: memilih menghargai peran orang tua mereka atau bersikeras menerapkan nilai pengasuhan sendiri.
Beban Psikologis yang Tidak Terlihat
Menjadi bagian dari generasi sandwich bukan hanya tentang logistik dan ekonomi, tetapi juga menyangkut beban emosional yang tidak ringan. Banyak orang tua muda mengalami stres karena harus memenuhi kebutuhan anak, tuntutan pekerjaan, serta ekspektasi orang tua kandung. Kondisi ini menciptakan tekanan psikologis yang terus-menerus, bahkan memicu konflik internal dalam keluarga.
Rasa bersalah karena merasa belum mandiri atau terlalu banyak bergantung pada orang tua menjadi isu yang kerap muncul. Sementara itu, waktu berkualitas bersama anak menjadi semakin terbatas, karena energi dan perhatian tersita untuk menjaga keseimbangan relasi lintas generasi ini.