Anak Tinggal Bareng Kakek Nenek, Apa Dampaknya Terhadap Pola Asuh?
- Freepik
Lifestyle –Di tengah dinamika kehidupan modern, fenomena anak yang diasuh oleh kakek dan nenek semakin sering ditemui, terutama di Indonesia. Hal ini terjadi karena berbagai alasan: orang tua bekerja penuh waktu, merantau, bercerai, atau bahkan menjadi pekerja migran di luar negeri. Dalam banyak kasus, anak-anak tinggal bersama kakek dan nenek mereka sejak usia dini hingga sekolah dasar.
Namun, bagaimana kondisi ini memengaruhi pola asuh anak secara keseluruhan? Apakah ada dampak positif atau justru risiko perkembangan tertentu? Artikel ini akan membahas secara mendalam aspek psikologis, sosial, dan budaya dari situasi parenting multigenerasi ini.
Kakek-Nenek sebagai Orang Tua Kedua
Di banyak keluarga Indonesia, kakek dan nenek sering kali menjadi figur sentral dalam pengasuhan anak. Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan sejumlah studi sosiologis, jumlah rumah tangga multigenerasi mengalami peningkatan dalam satu dekade terakhir. Situasi ini lebih dominan terjadi di wilayah pedesaan, meski tidak jarang pula dijumpai di kota-kota besar. Peran kakek-nenek dalam parenting bukan hanya bersifat sementara, melainkan berkelanjutan, bahkan menggantikan peran utama orang tua dalam mendidik dan merawat cucu mereka.
Motivasi utama dari pola ini adalah keterbatasan waktu dan akses orang tua dalam menjalankan perannya, terutama pada keluarga yang mengalami tekanan ekonomi. Selain itu, pada kasus tertentu, orang tua menyerahkan pengasuhan anak kepada orang tuanya sendiri karena dianggap lebih berpengalaman, penuh kasih sayang, dan dapat dipercaya.
Perbedaan Gaya Asuh Antar Generasi
Meski niatnya baik, ada perbedaan signifikan antara pola asuh generasi tua dan pola parenting modern yang dapat memunculkan tantangan. Kakek dan nenek umumnya memiliki pendekatan yang lebih longgar, toleran, dan permisif terhadap perilaku anak. Ini sangat kontras dengan pendekatan disiplin positif atau struktur terarah yang kerap dianjurkan dalam ilmu parenting saat ini.
Misalnya, dalam hal pemberian makanan atau waktu layar (screen time), kakek-nenek cenderung lebih lunak. Mereka lebih mudah merasa kasihan jika anak rewel, dan tidak jarang menghindari konflik demi menjaga suasana damai. Sementara itu, pola asuh kontemporer menekankan pentingnya konsistensi, batasan yang jelas, serta pengembangan kemandirian sejak dini.
Ketidaksinkronan ini bisa berujung pada kebingungan bagi anak. Anak bisa mengalami “mixed messages” karena mendapat dua sistem nilai atau aturan yang berbeda. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi pembentukan karakter dan kedisiplinan anak.
Pandangan Pakar Psikologi Anak
Psikolog anak menyebutkan bahwa pola asuh oleh kakek-nenek memiliki dampak dua sisi. Dari sisi positif, anak yang tumbuh dekat dengan kakek-nenek cenderung memiliki kelekatan emosional yang tinggi, merasa lebih dicintai, dan memiliki rasa aman yang kuat. Kakek dan nenek juga dapat menjadi teladan dalam hal etika, nilai tradisional, dan spiritualitas yang sulit ditemukan dalam dunia digital masa kini.
Namun, ada risiko yang tidak boleh diabaikan. Anak bisa mengalami keterlambatan dalam belajar mandiri jika terlalu dimanjakan. Selain itu, apabila pengasuhan tidak dilandasi oleh pemahaman perkembangan anak yang mutakhir, seperti tahapan emosi, kebutuhan stimulasi, dan literasi teknologi, anak bisa mengalami kesenjangan tumbuh kembang dibandingkan anak seusianya.
Data dan Realita di Lapangan
Sebuah studi di Yogyakarta oleh UGM (Universitas Gadjah Mada) tahun 2022 menemukan bahwa 34% anak usia prasekolah diasuh oleh kakek-nenek tanpa keterlibatan langsung orang tua sehari-hari. Sebagian besar dari mereka mengalami perkembangan sosial-emosional yang baik, namun menunjukkan keterbatasan dalam kemampuan regulasi diri dan pemecahan masalah yang biasanya diperoleh melalui interaksi yang lebih struktural bersama orang tua kandung.
Selain itu, laporan dari organisasi Save the Children juga menyoroti adanya peningkatan kasus di mana anak-anak dari keluarga migran internasional di Indonesia Timur diasuh penuh oleh kakek dan nenek. Hal ini menciptakan fenomena keluarga “terputus” secara emosional antara anak dan orang tua, meskipun kebutuhan dasar anak tetap terpenuhi.
Dampak Jangka Pendek dan Panjang bagi Anak
Dampak jangka pendek dari pengasuhan oleh kakek-nenek biasanya bersifat positif. Anak merasa lebih dimengerti dan jarang mendapatkan hukuman fisik. Namun dalam jangka panjang, terutama bila tidak ada komunikasi yang baik antara generasi orang tua dan kakek-nenek, anak dapat mengalami disorientasi nilai, menjadi terlalu bergantung, atau sulit membentuk batasan pribadi.
Dalam hal keterampilan sosial, beberapa anak yang diasuh penuh oleh lansia cenderung kurang terpapar pada aktivitas bermain yang modern, kurang mengikuti tren edukasi terkini, atau lambat dalam penguasaan teknologi—hal yang sangat penting dalam era pendidikan digital saat ini.
Selain itu, perlu disadari bahwa kondisi fisik dan mental kakek-nenek juga bisa membatasi efektivitas pengasuhan, terutama jika mereka menghadapi kendala kesehatan atau kurang memahami pendekatan pengasuhan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Tantangan ini bisa diperparah jika tidak ada sistem pendukung yang memadai dari pihak sekolah, komunitas, maupun pemerintah.