Bahaya Media Sosial untuk Anak, Haruskah Indonesia Mengikuti Pola Asuh Orang Australia?

Ilustrasi anak bermain media sosial
Sumber :
  • freepik

Australia telah mengambil langkah tegas dengan menerapkan larangan penggunaan media sosial untuk anak di bawah 16 tahun mulai akhir 2024, sebagai bagian dari upaya melindungi anak dari risiko digital. Dalam pola asuh Australia, orang tua menerapkan aturan ketat, seperti membatasi waktu layar hingga 1-2 jam per hari dan menggunakan aplikasi pengawasan seperti Qustodio atau Family Link. 

Sekolah juga memainkan peran penting dengan mengintegrasikan literasi digital dalam kurikulum, mengajarkan anak tentang keamanan online dan pengelolaan media sosial. Pemerintah mendukung inisiatif ini melalui kampanye nasional dan kerja sama dengan platform media sosial untuk meningkatkan fitur keamanan. Meski kebijakan ini menunjukkan hasil awal yang positif, tantangan seperti penegakan aturan dan resistensi dari anak tetap ada, memberikan pelajaran berharga bagi parenting global.

Konteks Parenting di Indonesia

Di Indonesia, tingginya penetrasi media sosial—dengan lebih dari 185 juta pengguna aktif pada 2024—menciptakan tantangan unik dalam parenting. Banyak orang tua belum memiliki literasi digital yang memadai untuk mengawasi aktivitas anak di media sosial. Budaya keluarga Indonesia, yang sering kali menekankan keterlibatan komunal, dapat menjadi kekuatan dalam pola asuh, tetapi juga menghadiaman tantangan seperti akses internet yang luas dan perbedaan sosioekonomi. 

Regulasi seperti UU Perlindungan Anak dan pedoman Kominfo tentang konten digital telah ada, namun implementasinya masih terbatas. Oleh karena itu, pola asuh di Indonesia perlu disesuaikan dengan konteks lokal untuk mengatasi bahaya media sosial secara efektif.

Relevansi Pola Asuh Australia untuk Indonesia

Adopsi pola asuh Australia memiliki potensi untuk mengurangi risiko media sosial bagi anak di Indonesia. Larangan usia minimum dapat membatasi paparan konten berbahaya dan mendorong literasi digital. Namun, implementasi di Indonesia menghadapi kendala, seperti akses internet yang sulit dikontrol, terutama di daerah pedesaan, dan kurangnya infrastruktur untuk pengawasan ketat.