Studi: Sering Menggunakan AI Saat Bekerja Bisa Pengaruhi Kredibilitas Kemampuanmu!

Ilustrasi kerja di era AI
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Tidak berlebihan kalau kita bilang, 'Ini zamannya AI, dan kita cuma numpang hidup!' Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan adalah teknologi yang membuat mesin terutama computer mampu melakukan tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia.

Beberapa tugas tersebut seperti belajar, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Tujuannya adalah menciptakan sistem yang bisa bernalar, belajar dari pengalaman, dan beradaptasi dengan situasi baru.

Dalam enam tahun terakhir, adopsi AI di dunia kerja meningkat secara moderat dan bertahan di kisaran 50%. Namun, survei McKinsey & Company pada 2024 menunjukkan lonjakan signifikan yang mana penggunaan AI naik menjadi 72%. Adopsi AI generative seperti ChatGPT, Claude, atau Gemini juga ikut melonjak, mencapai 65%, mencerminkan minat global yang semakin besar.

Sekilas, penggunaan AI di tempat kerja terlihat seperti jalan mulus untuk menyelesaikan pekerjaan. Tapi, sebuah studi terbaru mengungkap kenyataan yang kurang nyaman.

Studi: Produktif Tapi Berisiko Menurunkan Reputasi

Penelitian yang dilakukan Duke University menemukan bahwa penggunaan AI di kantor justru bisa merugikan reputasi profesional karyawan. Ada paradoks menarik, meski AI generatif terbukti meningkatkan produktivitas, penggunaannya bisa menimbulkan stigma sosial yang sulit dihilangkan.

Dalam penelitian berjudul "Evidence of a Social Evaluation Penalty for Using AI" yang diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) dan melibatkan lebih dari 4.400 partisipan, para peneliti menyatakan:

“Kami menemukan bukti eksperimental bahwa orang yang menggunakan AI di tempat kerja cenderung menerima penilaian sosial negatif. Ini menciptakan dilema keuntungan produktivitas dari AI datang bersama biaya sosial yang harus dibayar,” kata para peneliti dikutip dari laman Times of India.

Temuan Utama

Hasil penelitian menunjukkan adanya bias terhadap orang yang memanfaatkan AI dalam pekerjaan.

  • Rekan kerja cenderung menilai mereka kurang kompeten dan kurang termotivasi.
  • Penilaian ini bisa muncul dalam bentuk stigma yang diperkirakan akan terjadi (anticipated) maupun yang benar-benar dialami (actual social penalties).
  • Akibatnya, walau AI membuat pekerjaan lebih cepat dan efisien, citra profesional bisa menurun.

Para peneliti juga mencoba melihat apakah faktor seperti usia, gender, atau jenis pekerjaan memengaruhi persepsi ini. Hasilnya, tidak ada satupun faktor demografis yang mengubah penilaian tentang “malas, rajin, kompeten, mandiri, atau percaya diri” pada pengguna AI.

Siapa yang Paling Menilai Negatif?

Menariknya, partisipan yang jarang menggunakan AI kurang dari sekali seminggu cenderung menilai rekan kerja pengguna AI sebagai pemalas. Persepsi ini membuat mereka dianggap kurang cocok untuk mengerjakan tugas tertentu.

Namun, ada sisi positifnya, jika AI dianggap sangat efektif atau penting untuk suatu tugas, stigma ini berkurang. Dalam situasi seperti itu, pengguna AI malah dinilai lebih tepat untuk peran tersebut. Sebaliknya, jika AI dianggap tidak relevan atau kurang cocok, reputasi pengguna bisa turun tajam dibanding mereka yang memakai metode non-AI.

AI jelas bisa meningkatkan produktivitas di tempat kerja, tapi ada konsekuensi sosial yang harus diwaspadai. Karyawan perlu cermat mengatur strategi penggunaan AI, supaya tidak hanya terlihat produktif, tetapi juga tetap mempertahankan citra profesional di mata rekan kerja.