Politik Kantor 101: Mengapa Bos Menyebalkan Justru Bisa Lebih Dianggap?

Ilustrasi bos nyebelin
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pernahkah kamu melihat seorang bos yang galak, sering memarahi bawahan, atau suka mengklaim kerja tim malah dipandang penting di kantor? Bahkan, mereka sering lebih cepat naik jabatan dibanding rekan yang lebih ramah.

Fenomena ini bukan sekadar kebetulan, tetapi erat kaitannya dengan politik kantor yakni seni mengelola jaringan, relasi, dan citra diri untuk terlihat berpengaruh.

Lalu, mengapa bos seperti ini bisa dianggap lebih berharga oleh manajemen? Jawabannya terletak pada tiga hal yakni jaringan yang kuat, kedekatan dengan atasan, dan strategi memamerkan hasil kerja.

Jaringan dan Relasi dengan Atasan

Dalam dunia kerja, kemampuan membangun hubungan sering kali lebih menentukan daripada sekadar kinerja teknis. Bos yang menyebalkan tapi pintar bermain politik kantor biasanya memiliki mentor atau sponsor senior yang mendukung langkah mereka.

Dukungan dari orang berpengaruh di perusahaan bisa memuluskan jalan menuju promosi. Selain itu, mereka kerap berada dekat dengan pengambil keputusan. Kedekatan ini membuat mereka selalu terlihat terlibat dalam hal-hal penting, meski kontribusinya sebenarnya tidak sebesar yang dipikirkan.

Ketika ada peluang promosi, mereka berada di posisi yang tepat untuk mendapat rekomendasi dari orang yang tepat.

Strategi Memamerkan Hasil Kerja

Selain membangun jaringan, bos yang lihai politik kantor pandai meningkatkan visibilitas. Mereka memastikan pencapaian mereka diketahui oleh manajemen puncak.

Caranya bisa bermacam-macam mulai dari presentasi yang mencolok, laporan kinerja yang dikirim ke semua orang penting, atau sekadar bercerita di rapat tentang keberhasilan proyek.

Mereka juga mahir membingkai cerita kesuksesan. Tindakan keras yang sebenarnya membuat tim tertekan bisa mereka 'jual' sebagai keputusan tegas demi keberhasilan perusahaan.

Inilah yang disebut framing effect mengubah cara orang memandang sesuatu hanya lewat pilihan kata dan cara bercerita. Lebih jauh lagi, mereka mampu mengontrol narasi.

Jika ada masalah dalam tim, mereka cepat menyalahkan faktor eksternal atau bawahan, sementara jika ada keberhasilan, mereka sigap mengklaim kredit. Cara ini membuat mereka terlihat selalu punya kendali.

Kekuatan Politik Kantor dan Psikologi di Baliknya

Fenomena ini juga terkait dengan apa yang disebut political skill, kemampuan memahami dinamika sosial di kantor untuk mengarahkan keputusan sesuai kepentingannya. Dalam banyak kasus, kemampuan ini lebih dihargai daripada kompetensi teknis.

Menurut Tomas Chamorro‑Premuzic, psikolog organisasi sekaligus penulis buku Why Do So Many Incompetent Men Become Leaders?, promosi sering kali lebih dipengaruhi oleh citra diri.

“Kepercayaan diri meyakinkan lebih cepat daripada kredensial,” kata dia.

Orang yang percaya diri, berani berbicara, dan terlihat menguasai keadaan sering dianggap kompeten, meski sebenarnya belum tentu. Inilah yang disebut confidence–competence gap, yaitu jarak antara terlihat percaya diri dengan benar-benar memiliki kemampuan.

Dampak Jangka Panjang dari Pemimpin yang Hanya Terlihat Hebat

Mempromosikan bos yang lebih mengandalkan politik kantor daripada kompetensi nyata bisa berdampak buruk bagi perusahaan:

  • Peter Principle: mereka akhirnya dipromosikan ke posisi yang melebihi kapasitasnya, sehingga kinerjanya buruk.
  • Turnover tinggi: tim yang dipimpin bos menyebalkan cenderung stres dan memilih hengkang.
  • Budaya kerja tidak sehat: semua orang fokus “terlihat bekerja” daripada benar-benar memberikan hasil yang bermakna.

Dalam jangka panjang, perusahaan bisa kehilangan talenta terbaik karena lebih menghargai penampilan daripada substansi.

Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Jika kamu ingin kariermu berkembang tanpa harus bersikap toksik, ada beberapa hal yang bisa dicontoh (dengan cara sehat):

  1. Pastikan kinerjamu terlihat. Dokumentasikan keberhasilan dengan data konkret dan sampaikan ke atasan secara berkala.
  2. Bangun relasi dengan orang berpengaruh. Cari mentor atau sponsor yang bisa mendukungmu, bukan sekadar teman nongkrong di kantor.
  3. Kuasai cara bercerita. Framing itu penting. Presentasikan hasil kerjamu dengan cara yang menarik, bukan hanya daftar angka.
  4. Tahu kapan harus tampil. Tidak semua momen harus jadi panggungmu, tetapi ada saat-saat tertentu yang perlu dimanfaatkan untuk menunjukkan kontribusi.

Bagi perusahaan, penting untuk memperbaiki proses evaluasi promosi. Gunakan feedback dari berbagai pihak atasan, rekan sejawat, dan bawahan agar penilaian lebih adil dan tidak sekadar berdasarkan kesan sepihak.