Kok Anak Perempuan Lebih Emosian dari Laki-Laki? Ini Jawaban Ilmiahnya

Ilustrasi wanita.
Sumber :
  • Jglow.

Lifestyle –Mungkin kamu pernah melihat anak perempuan menangis hanya karena tidak diajak main oleh temannya, atau marah besar karena hal sepele. Di sisi lain, anak laki-laki terlihat lebih cuek, tenang, dan tidak mudah tersulut emosi. Lalu muncul pertanyaan kenapa anak perempuan terlihat lebih emosional?

Banyak orang tua yang menganggap ini sebagai bentuk kelemahan, bahkan ada yang menilai anak perempuan lebih cengeng atau lebay. Padahal, menurut psikolog klinis dan penulis buku Untangled dan The Emotional Lives of Teenagers, Dr. Lisa Damour, kepekaan emosi anak perempuan justru adalah hal yang alami dan bisa menjadi kekuatan jika diarahkan dengan benar.

Penjelasan pertama datang dari sisi biologi. Anak perempuan mengalami perkembangan otak yang berbeda dari anak laki-laki, terutama pada area yang berkaitan dengan pengolahan emosi seperti amigdala (pengatur respons emosional) dan korteks prefrontal (pengatur perilaku dan pengambilan keputusan).

Tak hanya itu, hormon seperti estrogen dan progesteron mulai bekerja bahkan sebelum pubertas datang. Hormon-hormon ini memainkan peran besar dalam memperkuat intensitas emosi.

Menurut Dr. Lisa Damour dalam wawancaranya dengan NPR Life Kit pada 2023 lalu, hormon bukan penyebab emosi yang muncul tiba-tiba, tapi mereka bertindak seperti kenop volume. Hal ini memperkuat apa yang sudah dirasakan oleh seorang anak perempuan.

Artinya, anak perempuan tidak merasakan hal yang berbeda, tapi intensitasnya memang lebih tinggi karena pengaruh hormon.

Lebih Peka dan Lebih Verbal Sejak Dini

Penelitian menunjukkan bahwa sejak usia dini, anak perempuan memiliki keunggulan dalam mengenali ekspresi wajah, nada suara, serta isyarat sosial dibanding anak laki-laki. Mereka juga cenderung lebih verbal dan pandai mengekspresikan apa yang mereka rasakan.

Hal ini bukan karena mereka berlebihan, tapi karena sistem syaraf mereka lebih responsif terhadap informasi emosional.

Dalam bukunya The Emotional Lives of Teenagers (2023), Dr. Damour menjelaskan bahwa anak perempuan sering hidup dalam lanskap emosi yang lebih kompleks. Ini bukan karena mereka lemah, tapi karena mereka lebih peka terhadapnya.

Faktor Budaya Juga Memperkuat Pola Ini

Tak hanya faktor biologis, budaya dan pola asuh turut memperkuat ekspresi emosional pada anak perempuan.

Sejak kecil, anak perempuan lebih sering diberikan ruang untuk menangis, mengeluh, atau curhat. Mereka cenderung mendapat pelukan ketika sedih atau marah. Sebaliknya, anak laki-laki sering mendapat respons seperti ‘Jangan cengeng, kamu laki-laki’.

Pola ini menciptakan kondisi di mana anak perempuan didorong untuk mengekspresikan emosi, sementara anak laki-laki belajar untuk menahan atau mengabaikan emosi.

Ini menjelaskan kenapa anak perempuan terlihat lebih emosional, bukan karena mereka punya lebih banyak masalah, tapi karena mereka lebih terbiasa untuk mengekspresikan perasaan mereka.

Emosional Bukan Berarti Lemah

Sayangnya, banyak yang masih menganggap bahwa menjadi emosional berarti tidak tangguh. Padahal menurut Dr. Damour, emosi adalah bagian alami dari tumbuh kembang remaja, dan bukan pertanda bahwa ada yang salah.

Dalam bukunya Untangled (2016), ia menulis bahwa menjadi emosional bukan berarti rapuh.

Anak perempuan yang mampu merasakan, memahami, dan menamai emosinya dengan tepat justru akan lebih mudah mengembangkan kecerdasan emosional saat dewasa. Mereka bisa menjadi pemimpin yang empatik, pendengar yang baik, dan pribadi yang sadar diri.

Tekanan Emosional Meningkat di Era Digital

Kondisi emosional anak perempuan zaman sekarang juga semakin kompleks karena kehadiran media sosial. Mereka lebih aktif di platform seperti Instagram atau TikTok, yang dipenuhi tekanan citra tubuh, komentar negatif, dan perbandingan sosial. 

“Anak perempuan menghabiskan lebih banyak waktu di ruang digital yang sarat emosi. Ini tidak membuat mereka lebih lemah, tapi membuat mereka lebih terekspos,” kata dia dalam wawancaranya dengan The New York Times 2023 lalu.

Dengan kata lain, anak perempuan bukan hanya lebih peka, tetapi juga menghadapi lebih banyak tantangan emosional dari lingkungan digital.

Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?

Alih-alih melabeli anak perempuan sebagai “terlalu sensitif” atau “drama”, ada beberapa pendekatan yang disarankan oleh Dr. Damour agar orang tua bisa membimbing anak mereka menavigasi emosi dengan sehat:

1. Validasi Emosi

Hindari meremehkan perasaan anak. Misalnya, jangan langsung berkata, “Ah, itu cuma hal kecil.” Lebih baik ucapkan, “Kamu kelihatan sedih ya, mau cerita nggak?”

2. Ajarkan Emotional Labeling

Bantu anak memberi nama pada emosi mereka seperti sedih, kesal, kecewa, atau frustrasi. Ini akan mempermudah mereka mengelola emosi tersebut.

3. Sediakan Ruang Aman

Buat rumah sebagai tempat di mana anak bisa merasa, marah, sedih, dan tertawa tanpa dihakimi.

4. Jadilah Pendengar Aktif

Dr. Damour menekankan bahwa remaja perempuan tidak perlu diselamatkan dari emosinya. Mereka butuh bantuan untuk memahaminya.