Bukan Sekadar Mitologi, Ini Alasan Ilmiah Gagak Dianggap Sebagai Pembawa Berita Duka

Burung Gagak
Sumber :
  • Pixaby

Lifestyle –Burung gagak telah lama menjadi simbol yang mengundang rasa takut dan keingintahuan. Dalam banyak budaya, kehadirannya kerap dikaitkan dengan kematian, duka, atau pertanda buruk. Suaranya yang serak, bulunya yang hitam legam, dan kebiasaannya muncul di pemakaman atau lokasi bencana membuat banyak orang menganggapnya sebagai hewan pembawa kabar kematian.

 

Namun, benarkah gagak membawa 'pesan' dari dunia lain? Ataukah semua ini hanya hasil proyeksi manusia terhadap makhluk yang sebenarnya luar biasa cerdas?

 

Di balik kesan seram yang melekat, ilmu pengetahuan justru menemukan fakta mengejutkan yakni gagak memiliki kemampuan kognitif dan sosial yang tinggi. Bahkan, perilakunya terhadap kematian sesama bisa dikatakan mendekati 'ritual berkabung'. Artikel ini akan mengulas alasan ilmiah di balik reputasi gagak sebagai pembawa berita duka, dan mengapa sudah saatnya kita melihat mereka dengan perspektif baru—bukan menakutkan, tapi mengagumkan.

 

Asal-Usul Mitos Gagak dan Kematian

 

Simbolisme gagak sebagai pertanda duka bukanlah hal baru. Dalam mitologi Nordik, dewa Odin ditemani oleh dua burung gagak bernama Huginn dan Muninn yang mewakili pikiran dan ingatan. Mereka bertugas mengamati dunia manusia dan membisikkan kabar yang mereka lihat ke telinga Odin. Dalam cerita rakyat Eropa, gagak sering muncul sebagai pertanda kematian atau kehadiran roh jahat.

 

Sementara di Asia, suara gagak dipercaya sebagai pertanda buruk. Di Jepang, kemunculan gagak di atap rumah dipercaya menandai akan ada anggota keluarga yang meninggal. Dalam beberapa budaya Indonesia, suara gagak juga dikaitkan dengan kabar duka atau musibah.

 

Asosiasi ini diperkuat oleh penampilan gagak yang tidak ramah. Warna hitam pekat identik dengan duka, dan suara seraknya mempertegas kesan angker. Tapi adakah alasan ilmiah mengapa gagak sering muncul di sekitar kematian?

 

Fakta Ilmiah: Perilaku Gagak Terkait Kematian

 

Peneliti menemukan bahwa gagak memang memiliki perilaku unik saat berhadapan dengan kematian, khususnya kematian sesama gagak. Mereka tidak langsung memakan bangkai temannya, meskipun tergolong sebagai pemakan bangkai (scavenger). Sebaliknya, mereka justru mengitari tubuh yang mati, mengamati, bahkan mengeluarkan suara khas yang menarik perhatian gagak lain.

 

Fenomena ini disebut oleh ilmuwan sebagai funeral behavior. Dalam studi yang diterbitkan di Animal Behaviour, para peneliti mengamati bahwa gagak menunjukkan kewaspadaan tinggi di sekitar bangkai sesamanya. Mereka tidak sekadar penasaran, melainkan seolah menyelidiki penyebab kematian dan mengingat lokasi kejadian.

 

Dari sudut pandang evolusi, ini masuk akal. Dengan mengamati kematian kawannya, gagak belajar untuk menghindari bahaya serupa. Ini merupakan bentuk pembelajaran sosial, kemampuan yang jarang ditemukan di luar spesies primata.

 

Gagak Bisa Mengenali Wajah dan Mengingat Lokasi Kematian

 

Salah satu studi paling terkenal tentang kecerdasan gagak datang dari University of Washington. Peneliti mengenakan topeng menyeramkan sambil menangkap dan melepaskan gagak. Bertahun-tahun setelahnya, gagak yang melihat topeng tersebut akan langsung mengeluarkan suara alarm dan memanggil kawannya untuk menyerang orang bertopeng itu. Artinya, gagak tidak hanya mengenali wajah manusia, tapi juga menyimpannya dalam memori jangka panjang.

 

Lebih mengejutkan lagi, gagak dapat mengingat lokasi peristiwa traumatis, termasuk tempat di mana sesamanya mati. Mereka akan menghindari tempat tersebut atau mengirimkan sinyal peringatan saat berada di area itu. Bahkan, gagak yang tidak mengalami langsung kejadian pun bisa belajar dari perilaku kawannya, mereka mampu menerima informasi secara tidak langsung.

 

Perilaku ini memberi gambaran bahwa gagak bukan sekadar mengikuti naluri. Mereka punya bentuk memori sosial dan sistem komunikasi yang kompleks.

 

Apakah Gagak Punya Emosi Seperti Berduka?

 

Gagak termasuk dalam famili Corvidae, bersama burung-burung cerdas lain seperti jay dan magpie. Famili ini dikenal memiliki kecerdasan emosional yang menonjol. Dalam pengamatan perilaku, gagak kadang duduk diam dalam waktu lama di sekitar bangkai temannya tanpa menyentuh atau memakannya.

 

Peneliti menduga, ini adalah bentuk primitif dari berduka. Meski kita tidak bisa memastikan emosi yang dirasakan gagak, perilaku ini menunjukkan adanya empati dan ikatan sosial.

 

Dalam studi yang dipublikasikan oleh Kaeli Swift dan John Marzluff, ditemukan bahwa perilaku gagak berkumpul di sekitar bangkai bukan semata-mata karena lapar. Justru, mereka memperlakukan tubuh mati itu dengan kehati-hatian. Beberapa bahkan mengeluarkan suara yang berbeda dari biasanya mirip seperti ekspresi emosi pada manusia. Gagak, seperti gajah dan lumba-lumba, tampaknya mampu merasakan kehilangan.

 

Komunikasi Sosial Gagak: Berita Duka Versi Dunia Hewan?

 

Gagak berkomunikasi lewat berbagai jenis vokalisasi dan bahasa tubuh. Ketika menemukan bangkai sesama, gagak bisa mengeluarkan suara alarm atau sinyal bahaya. Ini tidak hanya untuk memperingatkan bahaya yang mungkin masih mengintai, tapi juga untuk menyampaikan bahwa lokasi tersebut harus dihindari.

 

Artinya, dalam dunia gagak, kematian bukanlah hal biasa. Mereka mempelajarinya, mengingatnya, dan mengomunikasikannya. Apakah ini berarti mereka membawa berita duka? Secara harfiah tentu tidak. Tapi dalam ekosistem sosial mereka, informasi tentang kematian punya peran penting dan disampaikan melalui cara mereka sendiri.

 

 

Simbolisme Manusia dan Proyeksi Takut pada Gagak

 

Manusia cenderung memproyeksikan ketakutannya pada simbol-simbol tertentu. Warna hitam, suara yang tidak merdu, dan kehadiran gagak di tempat sepi seperti pemakaman membuatnya mudah diasosiasikan dengan kematian. Padahal, keberadaan gagak di sana seringkali karena alasan praktis yakni bangkai sebagai sumber makanan, atau keramaian manusia sebagai tanda adanya aktivitas.

 

Kita juga sering melakukan antropomorfisme, menyematkan sifat manusia pada hewan. Maka, perilaku gagak yang berkumpul di sekitar kematian dianggap menyeramkan, padahal itu adalah ekspresi kecerdasan sosial dan naluri bertahan hidup.

 

Jika dipahami dengan benar, gagak bukanlah makhluk pembawa sial. Justru, mereka adalah makhluk sosial yang peka terhadap lingkungannya dan kadang lebih cerdas daripada yang kita bayangkan.

 

 

Saatnya Melihat Gagak Sebagai Hewan yang Fascinating, Bukan Menyeramkan

 

Dari mitologi kuno hingga penelitian modern, gagak telah menjadi subjek antara rasa takut dan kekaguman. Namun, fakta ilmiah menunjukkan bahwa perilaku mereka terkait kematian bukan sekadar mitos atau mistis. Gagak memiliki kemampuan mengenali wajah, mengingat lokasi berbahaya, belajar dari pengalaman sosial, dan bahkan menunjukkan perilaku mirip duka.

 

Label 'pembawa berita duka' mungkin bertahan karena simbolisme budaya. Tapi dari sudut pandang zoologi dan kognisi hewan, gagak justru adalah contoh luar biasa dari kecerdasan di alam liar.

 

Alih-alih menganggap mereka sebagai pertanda buruk, mungkin kita bisa mulai melihat gagak sebagai pengingat bahwa dunia hewan pun punya cara unik dalam memahami hidup dan kehilangan.