Penyebab Quiet Covering di Kantor, Tren yang Bikin Karyawan Takut Jadi Diri Sendiri
- Freepik
Lifestyle – Setelah istilah quiet quitting sempat ramai dibicarakan, kini muncul tren baru bernama quiet covering. Jika quiet quitting menggambarkan kondisi karyawan yang bekerja sekadarnya tanpa keterlibatan emosional, quiet covering berbeda karena lebih menyoroti bagaimana pekerja menyembunyikan sebagian identitas dirinya di kantor.
Fenomena ini mulai banyak diperbincangkan oleh para peneliti dan berbagai media. Menurut riset Deloitte, covering atau menyembunyikan identitas diri di tempat kerja sudah dialami banyak karyawan, khususnya mereka yang berasal dari kelompok minoritas atau identitas non-dominan.
Hal ini dapat menimbulkan tekanan emosional yang besar, menurunkan kepuasan kerja, hingga menghambat produktivitas.
Apa Itu Quiet Covering?
Quiet covering sendiri adalah prilaku karyawan yang secara sengaja menyembunyikan bagian dari identitas pribadi mereka agar tidak dianggap berbeda atau menimbulkan penilaian negatif di lingkungan kerja. Identitas tersebut bisa berupa latar belakang budaya, agama, orientasi seksual, gaya berpakaian, hingga kondisi kesehatan mental.
Menurut Deloitte dalam laporan Covering and Workplace Well-Being, covering muncul karena karyawan merasa bahwa identitas aslinya tidak sejalan dengan norma dominan di kantor. Akibatnya, mereka berusaha menyesuaikan diri dengan menutup bagian dari jati diri, misalnya dengan menahan ekspresi, mengubah gaya berpakaian, atau menghindari topik tertentu dalam percakapan.
Penyebab Quiet Covering di Kantor
Beberapa faktor penyebab quiet covering yang teridentifikasi dari studi internasional antara lain:
1. Budaya organisasi yang kaku
Lingkungan kerja yang memiliki norma tak tertulis mengenai “profesionalitas” sering kali tidak ramah terhadap perbedaan. Karyawan merasa harus beradaptasi dengan citra dominan agar diterima.
2. Rasa takut akan stigma atau diskriminasi
Pekerja khawatir bahwa jika mereka terbuka soal identitas pribadi, hal tersebut bisa mengurangi peluang promosi, membuat mereka dijauhi rekan kerja, atau bahkan menimbulkan diskriminasi.
3. Kurangnya rasa aman psikologis
Keamanan psikologis di tempat kerja sangat penting. Jika karyawan merasa tidak bisa berbicara jujur tanpa takut konsekuensi, maka quiet covering menjadi strategi bertahan hidup.
4. Tekanan dari kelompok mayoritas
Ketika mayoritas karyawan memiliki latar belakang identitas tertentu, mereka yang berbeda cenderung menyamakan diri agar tidak terlihat mencolok.
5. Harapan karier dan promosi
Banyak pekerja beranggapan bahwa tampil “serupa” dengan profil pemimpin atau kelompok dominan akan memperbesar peluang karier. Ini mendorong mereka untuk menutupi identitas pribadi.
6. Beban emosional berlebih
Menyembunyikan identitas membutuhkan tenaga mental tambahan. Harus selalu berhati-hati memilih kata atau sikap membuat karyawan cepat lelah dan stres.
Dampak Quiet Covering
Quiet covering tidak bisa dianggap sepele. Meski dilakukan untuk bertahan di lingkungan kerja, praktik ini membawa sejumlah dampak negatif, antara lain:
1. Penurunan kepuasan kerja. Karyawan merasa tidak bisa sepenuhnya menjadi diri sendiri.
2. Produktivitas terganggu. Energi banyak terbuang untuk menyensor diri, bukan fokus pada pekerjaan inti.
3. Kreativitas menurun. Rasa takut membuat pekerja enggan mengekspresikan ide yang berbeda.
4. Risiko burnout emosional. Menyembunyikan identitas terus-menerus membuat mental mudah lelah.
5. Lemahnya loyalitas terhadap perusahaan. Jika karyawan merasa tidak diterima, ikatan mereka terhadap organisasi ikut melemah.
Cara Mengurangi Quiet Covering di Kantor
Agar karyawan tidak terjebak dalam kondisi ini, perusahaan dapat melakukan beberapa langkah strategis, di antaranya:
1. Pemimpin memberi teladan keterbukaan
Atasan yang berani tampil autentik memberi contoh bahwa menjadi diri sendiri adalah hal yang diterima.
2. Membangun budaya keamanan psikologis
Lingkungan kerja harus memungkinkan setiap orang berbicara tanpa takut dihakimi atau dihukum.
3. Pelatihan keberagaman dan inklusi
Literasi seputar perbedaan identitas penting untuk mengubah pola pikir karyawan agar lebih terbuka.
4. Kebijakan nondiskriminasi yang jelas
Perusahaan perlu menetapkan aturan formal untuk melindungi karyawan dari perlakuan diskriminatif.
5. Menyediakan ruang diskusi aman
Forum internal atau sarana feedback anonim dapat membantu pekerja menyalurkan perasaan mereka terkait identitas.
Quiet covering adalah tren yang makin banyak terjadi di kantor modern. Penyebab utamanya adalah tekanan budaya organisasi, rasa takut dicap berbeda, serta kurangnya keamanan psikologis.
Meskipun tampak seperti solusi jangka pendek, quiet covering justru merugikan perusahaan dalam jangka panjang karena dapat menurunkan produktivitas, kreativitas, dan loyalitas karyawan.
Bagi perusahaan yang ingin bertahan di era kerja inklusif, mengatasi quiet covering harus menjadi prioritas. Dengan membangun lingkungan yang aman dan mendukung keberagaman, organisasi bukan hanya menciptakan tempat kerja yang sehat, tetapi juga membuka peluang lebih besar untuk inovasi dan pertumbuhan.