Gen Z Ramai-ramai Tolak AI, Kenapa?
- Freepik
Lifestyle – Artificial Intelligence (AI) semakin banyak digunakan di berbagai sektor pekerjaan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Mulai dari mengotomatisasi tugas administratif hingga mendukung analisis data, AI dianggap sebagai solusi praktis untuk mempercepat proses bisnis.
Namun, di balik tren ini, muncul fenomena menarik, di mana generasi muda, khususnya Gen Z, justru menunjukkan sikap penolakan atau skeptis terhadap penerapan AI di tempat kerja.
Fenomena ini terungkap melalui berbagai survei dan laporan. Beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar Gen Z merasa tidak siap menghadapi era kerja berbasis AI.
Ada yang mengaku khawatir AI akan merusak kreativitas, ada yang takut karier mereka terancam, ada pula yang merasa perusahaan kurang transparan dalam strategi AI yang dijalankan.
Penolakan ini tidak bisa dianggap remeh, karena Gen Z merupakan generasi yang kini mulai mendominasi tenaga kerja global. Lantas, apa saja sih alasan Gen Z 'menolak' kehadiran AI do tempat kerja? Berikut informasi lengkapnya, seperti dirangkum dari berbagai sumber, Minggu, 21 September 2025.
1. Kekhawatiran Kehilangan Pekerjaan
Salah satu alasan utama Gen Z menolak AI adalah kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan. Mereka melihat AI mampu mengambil alih banyak tugas rutin, mulai dari administrasi hingga layanan pelanggan.
Hal ini memunculkan rasa tidak aman, karena karier yang baru dirintis terasa terancam digantikan teknologi. Alih-alih melihat AI sebagai pendukung, sebagian Gen Z justru melihatnya sebagai kompetitor.
2. Kurangnya Persiapan dan Pelatihan
Laporan Gallup dan Walton Family Foundation mengungkap bahwa hanya sekitar 9 hingga 11 persen Gen Z yang merasa benar-benar siap menggunakan AI dalam pekerjaan.
Banyak di antara mereka menilai sekolah maupun perusahaan tidak memberikan pelatihan yang memadai untuk memahami potensi dan risiko AI. Tanpa arahan jelas, penggunaan AI justru menimbulkan kebingungan dan resistensi.
3. Kekhawatiran Etika dan Transparansi
Gen Z dikenal sebagai generasi yang peduli dengan isu etika. Tidak sedikit dari mereka yang menolak AI karena mempertanyakan transparansi strategi perusahaan.
Jika AI hanya digunakan untuk memangkas biaya tanpa memperhatikan dampak terhadap karyawan, Gen Z cenderung menolak.
4. Rasa Bersalah Menggunakan AI
Studi yang dikutip Forbes menemukan bahwa sekitar 36 persen Gen Z merasa bersalah ketika menggunakan AI seperti ChatGPT untuk pekerjaan mereka. Rasa bersalah ini muncul karena mereka khawatir terlalu mengandalkan AI bisa mengurangi kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan keaslian hasil kerja. Dengan kata lain, mereka tidak ingin identitas profesionalnya hanya sekadar bergantung pada mesin.
5. Hilangnya Nilai Kreativitas dan Human Touch
Bagi sebagian Gen Z, bekerja bukan hanya soal menyelesaikan tugas, melainkan juga tentang mengembangkan kreativitas, berkolaborasi, dan membangun relasi. AI dianggap bisa merusak aspek-aspek manusiawi tersebut.
Jika semua tugas kreatif digantikan mesin, maka nilai personal dari pekerjaan akan berkurang. Mereka khawatir tempat kerja akan kehilangan sentuhan manusia yang menjadi ciri khas interaksi profesional.
6. Menambah Beban Kerja Alih-alih Meringankan
Tidak sedikit Gen Z yang menilai penerapan AI justru menambah beban kerja. Hal ini terjadi ketika sistem AI yang dipakai perusahaan kurang efektif atau tidak sesuai kebutuhan.
Akibatnya, karyawan harus menghabiskan waktu lebih banyak untuk memperbaiki kesalahan AI daripada menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Hal ini menimbulkan frustrasi dan semakin memperkuat sikap penolakan.
7. Faktor Nilai dan Identitas Generasi
Sebagai generasi yang tumbuh di tengah perkembangan teknologi, Gen Z ingin dikenal sebagai pribadi yang kreatif, mandiri, dan autentik. Menggunakan AI tanpa kendali dianggap bisa mengaburkan identitas profesional mereka.
Mereka lebih memilih membangun reputasi berdasarkan kemampuan asli daripada hasil kerja yang sangat dipengaruhi oleh mesin.
8. Kekhawatiran Lingkungan dan Jejak Karbon
Selain faktor pekerjaan dan etika, ada pula Gen Z yang menolak AI karena alasan lingkungan. Beberapa penelitian dan laporan media internasional menyebut bahwa Gen Z khawatir terhadap carbon footprint yang ditimbulkan oleh pusat data dan pemrosesan AI berskala besar.
Mereka melihat AI bukan hanya soal teknologi, tetapi juga keberlanjutan. Generasi ini menginginkan perusahaan bersikap lebih transparan terkait dampak ekologis dari penggunaan AI, serta memastikan strategi digital sejalan dengan komitmen ramah lingkungan.
Penolakan Gen Z terhadap AI di tempat kerja mencerminkan kekhawatiran yang wajar terhadap perubahan besar dalam dunia kerja. Kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan, kurangnya pelatihan, isu etika, dampak lingkungan, hingga hilangnya nilai kreativitas membuat mereka lebih kritis terhadap peran AI.