Kupas Tuntas Short Selling dalam Investasi Saham, Strategi Berani Maksimalkan Peluang Profit

Ilustrasi Investasi
Sumber :
  • Freepik

Seorang investor bernama Pak Nicholas ingin mencoba short selling. Ia kemudian meminjam saham perusahaan X dari broker dengan harga saat itu sebesar Rp12.000 per lembar. Berdasarkan analisanya, harga saham tersebut kemungkinan akan turun hingga Rp9.000 per lembar.

Setelah meminjam, Pak Nicholas langsung menjual saham X dengan harga Rp12.000 per lembar. Beberapa waktu kemudian, prediksinya benar: harga turun ke Rp9.000 per lembar. Ia pun membeli kembali saham yang sama dengan harga lebih rendah, lalu mengembalikannya kepada broker. Dari transaksi ini, ia memperoleh keuntungan Rp3.000 per lembar, yaitu selisih dari harga jual dan harga beli.

Namun, tidak selalu prediksi berjalan sesuai rencana. Jika ternyata harga saham X justru naik, misalnya menjadi Rp14.000 per lembar, maka Pak Nicholas harus membeli kembali saham tersebut dengan harga lebih mahal untuk dikembalikan ke broker. Kondisi ini tentu menimbulkan kerugian.

Inilah alasan mengapa short selling dianggap sebagai strategi investasi yang berisiko tinggi. Potensi keuntungannya memang ada, tetapi kerugiannya juga bisa sangat besar jika pergerakan pasar tidak sesuai perkiraan.

Short selling adalah strategi investasi dengan cara menjual saham pinjaman di harga tinggi dan membelinya kembali saat harga turun. Strategi ini memberikan peluang keuntungan meski pasar sedang lesu, sekaligus berfungsi sebagai instrumen lindung nilai. Di sis lain, risiko short selling sangat besar, mulai dari kerugian tak terbatas hingga kemungkinan short squeeze.

Bagi investor yang tertarik mencoba, penting untuk memahami mekanismenya dengan baik, menyiapkan modal memadai, serta mengelola risiko secara disiplin. Dengan begitu, short selling bisa menjadi strategi yang efektif, bukan bumerang finansial.