Gaji Pas-pasan tapi Biaya Hidup Melonjak! Ini Alasan Milenial Gagal Punya Tabungan

Ilustrasi uang menipis di tanggal tua
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Di tengah gempuran gaya hidup modern dan tekanan ekonomi yang semakin tinggi, milenial menjadi generasi yang kerap kesulitan menabung. Meski sebagian besar sudah bekerja dan berpenghasilan tetap, kenyataannya hanya sedikit dari mereka yang memiliki simpanan darurat atau investasi jangka panjang.

 

Menurut laporan dari Investopedia, generasi milenial—yakni mereka yang lahir antara 1981 hingga 1996—menghadapi tantangan finansial yang jauh berbeda dibanding generasi sebelumnya. Bukan hanya soal gaya hidup, tetapi juga karena berbagai faktor struktural dan kebiasaan keuangan yang kurang sehat.

 

Berikut lima alasan utama mengapa milenial sulit memiliki tabungan, sebagaimana dirangkum dari berbagai temuan internasional, termasuk laporan Investopedia.

 

1. Biaya Hidup Melejit, Gaji Tak Ikut Naik

 

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi milenial adalah ketimpangan antara pendapatan dan pengeluaran. Dalam laporannya, Investopedia menyebut bahwa meski inflasi terus meningkat, pertumbuhan gaji justru stagnan. Harga sewa, makanan, hingga biaya transportasi terus naik, sementara upah rata-rata tak banyak berubah. Alhasil, sisa uang untuk ditabung pun makin tipis.

 

2. Terjebak Utang Sejak Dini

 

Banyak milenial memulai hidup dewasa mereka dengan utang besar, terutama dari pinjaman pendidikan dan kartu kredit. Laporan yang sama mencatat bahwa pembayaran utang menjadi prioritas utama ketimbang menyisihkan uang untuk tabungan. Hal ini menciptakan siklus finansial yang sulit diputus, karena sebagian besar pendapatan habis untuk membayar kewajiban bulanan.

 

3. Konsumerisme Digital yang Masif

 

Generasi milenial tumbuh bersama teknologi, media sosial, dan e-commerce. Kemudahan membeli barang secara online, ditambah dorongan budaya “FOMO” (fear of missing out), membuat mereka lebih rentan terhadap belanja impulsif. Investopedia menyoroti bahwa kebiasaan konsumtif yang tidak direncanakan ini menjadi hambatan besar dalam membangun kebiasaan menabung.

 

4. Kurangnya Literasi Keuangan Praktis

 

Meski melek teknologi, banyak milenial ternyata tidak cukup dibekali dengan literasi keuangan sejak dini. Tak sedikit yang tidak memahami pentingnya dana darurat, investasi jangka panjang, atau bahkan cara membuat anggaran bulanan. Tanpa dasar manajemen keuangan yang baik, menabung menjadi kegiatan yang sulit dilakukan secara konsisten.

 

5. Terlalu Fokus pada Pengalaman daripada Aset

 

Gaya hidup milenial cenderung lebih menghargai pengalaman—seperti traveling, kuliner, atau konser—dibandingkan memiliki aset seperti rumah atau kendaraan. Meski tidak salah, pola ini membuat banyak dari mereka lebih memilih menghabiskan uang saat ini daripada menyiapkan dana untuk masa depan.

 

Apa Solusinya?

 

Meskipun tantangan menabung cukup besar, milenial tetap bisa membangun kebiasaan keuangan yang sehat dengan langkah-langkah berikut:

 

- Buat anggaran bulanan yang realistis dan disiplin mengikutinya.

 

- Sisihkan minimal 10-20% penghasilan untuk tabungan atau dana darurat setiap bulan.

 

- Gunakan aplikasi keuangan untuk mencatat pengeluaran harian dan menganalisis pola konsumsi.

 

- Batasi penggunaan kartu kredit hanya untuk kebutuhan penting.

 

- Tunda belanja impulsif, terutama yang dipicu oleh media sosial atau tren sesaat.

 

Kesulitan menabung di kalangan milenial bukan semata karena tidak mau, tetapi karena tekanan finansial yang kompleks. Biaya hidup yang tinggi, utang pendidikan, dan budaya konsumtif menjadi kombinasi yang menyulitkan. 

 

Namun dengan literasi keuangan yang tepat dan kebiasaan baru yang lebih disiplin, menabung bukan hal mustahil—bahkan di tengah kondisi ekonomi saat ini.