7 Fakta Fenomena Rojali dan Rohana: Mal Semakin Ramai, Tapi Mengapa Belanja Semakin Sepi?

Ilustrasi belanja
Sumber :
  • ChatGPT

Lifestyle – Media sosial tengah ramai membahas istilah Rojali atau Rombongan Jalan-jalan dan Rohana atau Rombongan Healing Nusantara. Dua istilah yang lahir dari keseharian masyarakat, menjadi cermin perubahan perilaku di tengah tekanan ekonomi yang kian terasa.

Kini, mal tak lagi identik dengan belanja. Suasananya tetap padat, parkiran penuh, dan antrean terlihat di berbagai sudut. Namun, para pedagang ritel merasakan hal yang berbeda karena keramaian tidak sebanding dengan jumlah transaksi. 

Fenomena ini menyimpan banyak cerita tentang adaptasi masyarakat terhadap perubahan zaman dan situasi finansial. Berikut adalah 7 fakta yang menggambarkan fenomena Rojali dan Rohana yang jadi tren bahkan secara tidak sadar menjadi kebiasaan normal masyarakat saat ini. 

1. Muncul dan Viral di Medsos 

Muncul dari candaan warganet, istilah ini cepat populer karena dianggap mewakili realita masyarakat di mana banyak orang datang ke mal bukan lagi untuk belanja, melainkan untuk mencari suasana yang menyegarkan pikiran. Di balik makna jenakanya, Rojali dan Rohana merekam cara baru masyarakat menikmati ruang publik secara hemat.

2. Mal Jadi Tempat Rekreasi Gratis

Mal tidak lagi semata-mata dipandang sebagai tempat belanja, melainkan juga menjadi tempat untuk sekadar jalan-jalan, duduk santai atau mencari hiburan gratis. Beberapa lainnya memanfaatkan mal untuk  membuat konten untuk media sosial. Ini menunjukkan adanya pergeseran makna, dari konsumsi material ke konsumsi pengalaman.

3. Belanja Bukan Lagi Prioritas

Dengan berbagai tantangan finansial yang dihadapi banyak keluarga menyebabkan pengeluarani lebih difokuskan pada hal-hal yang dianggap esensial. Kegiatan belanja kebutuhan sekunder atau tersier semakin dikurangi. Mal tetap menjadi destinasi, tapi tujuannya tak lagi identik dengan mengeluarkan uang.

4. Memincu Tren Window Shopping

Aktivitas melihat-lihat barang tanpa membeli kembali populer. Banyak orang menjadikan window shopping sebagai bentuk refreshing. Mereka menikmati suasana mal, mencoba tester produk, mencicipi sampel makanan, atau sekadar melihat tren baru tanpa harus bertransaksi. Tindakan ini disebut sebagai window shopping. 

5. Mal Jadi Spot Instagramable

Spot estetik dan area yang bisa dijadikan konten menarik justru jadi daya tarik utama bagi pengunjung mal. Selfie di depan dekorasi tematik atau video healing tipis-tipis jadi aktivitas yang lebih diminati dibanding berburu diskon atau promo belanja.

6. Konten Lebih Berharga daripada Konsumsi

Fenomena Rojali dan Rohana juga didorong oleh keinginan untuk tetap eksis di media sosial. Alih-alih berbelanja barang, masyarakat kini lebih memilih “membeli momen” yang bisa dibagikan. Oleh karen itu, nilai sebuah pengalaman sering kali dinilai dari seberapa bisa diabadikan di era digital. 

7. Bentuk Adaptasi Masyarakat

Rojali dan Rohana bukan semata-mata bentuk hiburan murah meriah, melainkan bentuk adaptasi masyarakat dalam menghadapi dinamika ekonomi. Masyarakat tetap ingin merasakan kebahagiaan dan koneksi sosial, namun dengan cara yang lebih realistis dan terjangkau.

Fenomena Rojali dan Rohana memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki cara tersendiri dalam menghadapi tekanan ekonomi. Dengan kreativitas dan semangat kolektif, mereka mengubah mal dari tempat konsumsi menjadi ruang rekreatif. Di satu sisi, ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha untuk melakukan gebrakan agar menarik kaum Rojali dan Rohana tergerak untuk berbelanja.