Pekerja Kantoran Makin Rawan Kena PHK dan Digantikan AI, Ini 7 Profesi yang Paling Rentan
- AP Photo
Lifestyle – Seiring perkembangan kecerdasan buatan (AI), dunia kerja memasuki era disrupsi besar-besaran. Jika selama ini pekerjaan blue collar atau fisik yang sering disebut rentan tergantikan mesin, kini justru profesi white collar yang menghadapi ancaman nyata.
Melansir dari Business Insider, CEO Ford, Jim Farley, mengungkap bahwa hampir 50 persen pekerjaan white collar di Amerika Serikat bisa hilang akibat otomatisasi AI dalam beberapa tahun ke depan. Ancaman ini bahkan melanda pekerjaan bergaji tinggi yang sebelumnya dianggap aman.
Hal serupa juga disampaikan oleh Dario Amodei, CEO perusahaan AI Anthropic. Dalam laporan Axios, ia memprediksi bahwa setengah dari pekerjaan entry-level white collar dapat tergantikan dalam lima tahun ke depan. Ini termasuk profesi yang berkaitan dengan analisis data, penulisan, hingga layanan pelanggan.
McKinsey bahkan menyebut bahwa sebanyak 38% tugas akuntansi dapat diotomatisasi sepenuhnya dalam waktu dekat. Maka dari itu, penting bagi Anda untuk mengenali pekerjaan yang berisiko tinggi agar dapat segera beradaptasi.
1. Akuntan dan Analis Keuangan Pemula
Profesi akuntansi dan analis keuangan menjadi salah satu yang paling cepat terkena dampak. AI kini mampu melakukan audit sederhana, menyusun laporan keuangan, hingga melakukan analisis prediktif.
McKinsey mencatat bahwa 38% pekerjaan di bidang ini bisa diotomatisasi, sementara Bloomberg Intelligence memperkirakan bahwa industri perbankan global akan memangkas hingga 200.000 staf dalam kurun waktu 3–5 tahun.
2. Asisten Administratif dan Resepsionis
Tugas administratif seperti penjadwalan, pengolahan dokumen, hingga entri data kini dapat diambil alih oleh AI berbasis natural language processing. Deloitte melaporkan bahwa sistem otomatis dapat memangkas 80% waktu pemrosesan klaim asuransi, sebuah pekerjaan yang sebelumnya banyak dilakukan oleh staf administratif.
3. Customer Service dan Call Center
Perusahaan seperti Google dan Amazon telah mengimplementasikan AI chatbot yang mampu menangani hingga 95% pertanyaan level 1 dari pelanggan. Alat seperti Dialogflow dan Zendesk AI membuat kebutuhan akan staf call center menurun drastis. Bahkan di beberapa perusahaan teknologi, tim customer service telah dipangkas lebih dari separuh.
4. Paralegal dan Legal Assistant
Pekerjaan seperti menyusun kontrak, merangkum dokumen hukum, dan melakukan riset yurisprudensi kini dapat ditangani oleh AI legal tools seperti Harvey dan CoCounsel. Menurut Newtraderu.com, profesi paralegal termasuk dalam 10 pekerjaan white collar yang paling berisiko tergantikan AI pada 2030.
5. Content Writer dan Copywriter
Kemampuan AI seperti ChatGPT, Jasper, dan Copy.ai dalam menghasilkan teks, membuat banyak perusahaan media dan agensi mulai menggantikan penulis pemula dengan mesin. Laporan dari Lowtouch.ai menunjukkan bahwa hingga 30% pekerjaan di bidang konten dapat diotomatisasi sebelum tahun 2035.
6. Entry-Level Software Developer dan IT Support
AI kini bisa menulis, menguji, dan memperbaiki kode sederhana secara otomatis. GitHub Copilot dan Google Gemini adalah dua alat yang banyak digunakan untuk tugas ini. CEO GitHub bahkan menyebut bahwa junior coder kini bukan lagi peran yang stabil, karena sistem AI dapat menggantikan mereka dalam proyek-proyek dasar.
7. Business Analyst dan Middle Management
AI yang mampu menganalisis data, menyusun laporan, dan menyarankan keputusan strategis mulai menggantikan peran analis bisnis dan bahkan manajer tingkat menengah. Dalam laporan Lowtouch.ai dan Resident.com, disebutkan bahwa lapisan middle management adalah yang paling mungkin direduksi karena dianggap bisa digantikan algoritma pengambil keputusan berbasis data.
Jika Anda saat ini bekerja di sektor white collar dengan tugas yang bersifat repetitif, administratif, atau berbasis data, maka Anda perlu waspada. AI telah membuktikan kemampuannya dalam menggantikan berbagai peran manusia dengan lebih cepat, murah, dan efisien.
Namun bukan berarti semua pekerjaan akan lenyap. Pekerjaan yang mengandalkan kreativitas, empati, pemikiran strategis, dan pengambilan keputusan kompleks masih tetap relevan. Adaptasi dan peningkatan keahlian menjadi kunci agar tetap kompetitif di tengah revolusi AI.