Jutaan Gen Z RI Masih Jadi Pengangguran, Apa yang Salah?
- Freepik
Lifestyle – Di era digital saat ini, generasi Z atau Gen Z menjadi kelompok usia yang paling banyak mendapat sorotan dalam dunia kerja. Terlahir di tengah kemajuan teknologi dan kemudahan akses informasi, Gen Z dikenal adaptif dan kreatif.
Namun, realitanya tidak semua berjalan mulus. Banyak dari mereka justru menghadapi tantangan serius, terutama dalam hal mendapatkan pekerjaan yang layak.
Fenomena pengangguran di kalangan Gen Z bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada. Tingkat pengangguran yang tinggi, skill yang dianggap tidak sesuai kebutuhan industri, hingga tekanan sosial dan ekonomi menjadi sederet persoalan yang harus dihadapi Gen Z saat ini.
Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan banyak Gen Z menganggur dan bagaimana solusinya?
1. Tingkat Pengangguran Gen Z Terus Meningkat
Data terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI menyebutkan bahwa per Februari 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Gen Z usia 15–24 tahun mencapai 9,37 persen, atau sekitar 4,84 juta jiwa.
Angka ini jauh di atas rata-rata nasional yang berada di kisaran 4,76 persen. Bahkan menurut data dari BPS, kelompok usia ini menjadi penyumbang terbesar dalam total 7,28 juta pengangguran nasional.
2. Skill Mismatch Masih Jadi Masalah Utama
Salah satu penyebab utama tingginya pengangguran di kalangan Gen Z adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki dengan kebutuhan pasar kerja (skill mismatch). Banyak lulusan perguruan tinggi maupun SMK yang tidak memiliki keahlian praktis yang dibutuhkan oleh industri.
Akibatnya, meskipun berpendidikan, mereka sulit bersaing dalam pasar kerja yang semakin kompetitif.
3. AI dan Otomatisasi Mempersempit Peluang
Kehadiran kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi juga berkontribusi pada menyempitnya peluang kerja, terutama untuk pekerjaan entry-level atau white collar. Di Amerika Serikat, laporan Business Insider mencatat bahwa banyak Gen Z harus menerima pekerjaan di bawah kualifikasi atau bahkan pindah ke sektor non-formal karena posisi yang mereka incar telah digantikan oleh sistem otomatis. Fenomena ini mulai terlihat di Indonesia, terutama di sektor administratif dan layanan pelanggan.
4. Pergeseran Preferensi dan Persepsi Kerja
Gen Z cenderung memiliki pandangan yang berbeda terhadap pekerjaan dibanding generasi sebelumnya. Banyak dari mereka lebih mengutamakan fleksibilitas, keseimbangan hidup, serta makna dalam pekerjaan.
Sayangnya, hal ini terkadang dianggap sebagai sikap “pilih-pilih” oleh perusahaan, sehingga menimbulkan kesenjangan ekspektasi antara pelamar dan perekrut.
5. Ketergantungan Ekonomi dan Minimnya Dana Darurat
Tidak sedikit Gen Z yang belum mampu mandiri secara finansial. Akibat sulitnya mendapatkan pekerjaan, mereka akhirnya tetap bergantung pada keluarga. Di sisi lain, kesadaran untuk mempersiapkan dana darurat juga masih rendah. Ini membuat kondisi finansial mereka semakin rentan saat menganggur dalam jangka waktu lama.
6. Minimnya Kesempatan Magang dan Pengalaman Praktis
Banyak perusahaan masih menetapkan pengalaman kerja sebagai syarat utama dalam rekrutmen, bahkan untuk posisi entry-level. Hal ini menjadi dilema karena Gen Z yang baru lulus umumnya belum memiliki pengalaman.
Minimnya akses terhadap program magang atau pelatihan pun membuat mereka kalah bersaing dengan kandidat yang lebih berpengalaman.
Apa Solusinya?
Untuk mengatasi pengangguran di kalangan Gen Z, perlu adanya reorientasi dalam sistem pendidikan dan pelatihan kerja. Kurikulum harus lebih adaptif terhadap kebutuhan industri, dan institusi pendidikan perlu menjalin kerja sama yang lebih erat dengan dunia usaha. Selain itu, program pelatihan berbasis digital dan sertifikasi keterampilan juga harus diperluas.
Di sisi lain, perusahaan juga perlu lebih inklusif terhadap karakteristik Gen Z. Pendekatan yang lebih fleksibel dan terbuka terhadap ide-ide segar dapat meningkatkan partisipasi kelompok ini dalam dunia kerja. Membuka lebih banyak posisi magang atau pelatihan kerja bisa menjadi pintu masuk yang efektif.
Dorong Literasi Keuangan sejak Dini
Untuk menghindari krisis finansial selama masa menganggur, literasi keuangan perlu diperkuat. Gen Z harus dibekali pemahaman mengenai pentingnya menabung, mengelola pengeluaran, serta mempersiapkan dana darurat, terutama ketika belum memiliki sumber penghasilan tetap.
Manfaatkan Teknologi untuk Kembangkan Karier
Meskipun teknologi menjadi salah satu penyebab hilangnya pekerjaan, teknologi juga bisa menjadi solusi. Gen Z harus didorong untuk memanfaatkan platform digital sebagai sarana pengembangan diri, mulai dari kursus daring, portofolio online, hingga memulai bisnis kecil berbasis internet.
Fenomena Gen Z menganggur merupakan persoalan kompleks yang perlu ditangani secara kolaboratif. Selain faktor eksternal seperti teknologi dan ekonomi global, faktor internal seperti kesiapan skill dan mentalitas kerja juga berperan besar.