3 Tren AI yang Diprediksi Mengubah Lanskap Bisnis pada 2025, Ini Kata Bos Perusahaan Teknologi Informasi

Ilustrasi AI membantu pekerjaan
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Kecerdasan buatan (AI) kian menunjukkan taringnya di dunia bisnis. Laporan global dari IBM Institute for Business Value mencatat, sebanyak 63 persen eksekutif meyakini bahwa AI akan membawa dampak finansial besar dalam 12 hingga 24 bulan ke depan. Meski begitu, tidak\k sedikit perusahaan yang masih terseok-seok dalam mengubah investasi AI menjadi nilai nyata bagi bisnis.

Bukan soal tren atau teknologi semata, kunci sukses implementasi AI justru terletak pada integrasi strategis ke dalam alur kerja perusahaan. AI bukan lagi sekadar alat uji coba di divisi non-inti, melainkan mulai diadopsi lebih luas untuk mendorong efisiensi operasional dan inovasi.

Namun, jalan menuju optimalisasi AI tidak selalu mulus. International Business Machines Corporation (IBM), perusahaan yang bergerak di sektor teknolgi informasi yang berpusat di Amerika Serikat, melakukan riset terhadap lebih dari 43.000 eksekutif dan 4.000 konsumen dari berbagai belahan dunia selama setahun terakhir. Hal ini dilakukan untuk melihat secara gamblang lanskap tantangan dan potensi AI di tingkat enterprise.

President Director IBM Indonesia Roy Kosasih, menjelaskan tiga tren utama yang perlu para pelaku usaha cermati agar AI memberikan manfaat optimal di 2025.

Bos IBM Indonesia Ungkap 3 Tren Bisnis Berubah Akibat AI

Photo :
  • Dok. IBM Indonesia

1. Meningkatnya Technical Debt

Technical debt adalah beban jangka panjang akibat keputusan teknologi yang terburu-buru dan tidak terencana. Ini terjadi ketika sistem baru ditambahkan tanpa strategi arsitektur yang jelas, sehingga justru memperlambat inovasi dan meningkatkan biaya operasional di masa depan. Banyak bisnis yang mengadopsi solusi digital dengan cepat tanpa mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, yang pada akhirnya menciptakan hambatan dalam pengembangan dan integrasi teknologi.

Dalam konteks AI, tantangan ini semakin nyata. Sebanyak 77 persen eksekutif menyadari bahwa adopsi Generative AI penting untuk tetap kompetitif, tetapi hanya 25 persen yang yakin infrastruktur TI mereka siap mendukungnya. Masalah utama meliputi sistem lama yang tidak kompatibel, integrasi data yang buruk, dan kurangnya tata kelola yang jelas.

Roy mengatakan, solusinya bukan hanya investasi lebih besar, tetapi juga pendekatan yang lebih strategis. Pendekatan hybrid by design memungkinkan perusahaan mengadopsi AI tanpa membebani sistem yang ada. Selain itu, menciptakan fleksibilitas untuk berkembang tanpa menambah technical debt yang tidak terkendali.

2. Agentic AI Bantu Bisnis Bekerja Lebih Cerdas

Kemudian, Roy menyoroti kemajuan AI telah membawa kita ke era di mana sistem AI tidak hanya merespons perintah manusia, tetapi juga mampu bekerja secara mandiri dalam batasan tertentu. Agentic AI memungkinkan sistem AI bekerja lebih proaktif dengan mengotomatiskan tugas, menganalisis data secara mandiri, dan memberikan rekomendasi berbasis konteks tanpa perlu input terus-menerus dari manusia. Berbeda dengan Generative AI yang berfokus pada pembuatan konten, Agentic AI bertindak lebih sebagai penggerak proses kerja, mendukung pengambilan keputusan, dan meningkatkan efisiensi operasional.

Dalam bisnis, teknologi ini membantu perusahaan mengoptimalkan alur kerja, mengurangi tugas administratif yang repetitif, serta mempercepat respons terhadap tantangan operasional. Namun, keberhasilan penerapannya bergantung pada kesiapan organisasi dalam menyesuaikan strategi tenaga kerja.

Sebanyak 35 persen tenaga kerja global diperkirakan memerlukan pelatihan ulang untuk beradaptasi dengan sistem AI. Sementara itu, 90 persen eksekutif memprediksi bahwa sebagian besar proses kerja akan terdigitalisasi dengan AI dan otomatisasi cerdas pada 2026.

Agar AI benar-benar memberikan manfaat maksimal, perusahaan perlu memastikan bahwa manusia dan AI dapat berkolaborasi secara efektif. Agentic AI bukan sekadar alat pengganti tenaga kerja, melainkan solusi yang memungkinkan pekerja fokus pada tugas bernilai tinggi, mendorong produktivitas, dan membuka peluang inovasi baru.

3. Cara Bisnis Menentukan Lokasi Operasional

Menjelang 2026, 93 persen eksekutif memprediksi bahwa AI akan berdampak besar pada strategi lokasi bisnis mereka. Perusahaan semakin bergantung pada AI untuk menilai berbagai faktor secara real-time guna menentukan lokasi paling strategis untuk ekspansi atau relokasi operasional. Sebanyak 67 persen eksekutif bahkan menyatakan bahwa penggunaan AI telah mengubah lokasi operasional mereka, dan tren ini diperkirakan akan terus meningkat.

Dalam industri manufaktur, AI dapat menganalisis rantai pasok, ketersediaan bahan baku, serta efisiensi logistik untuk memilih lokasi pabrik yang optimal. Sementara itu, dalam sektor ritel, AI membantu memprediksi pola belanja konsumen, memastikan lokasi toko baru sesuai dengan tren permintaan pelanggan. Selain itu, 96 persen eksekutif menyatakan bahwa privasi data, keamanan, dan regulasi akan menjadi faktor utama dalam keputusan lokasi bisnis dalam dua tahun ke depan.

Dengan peraturan yang semakin kompleks di berbagai wilayah, perusahaan harus memastikan strategi lokasi mereka selaras dengan kebijakan data dan kepatuhan yang berlaku. AI tidak hanya membantu mengidentifikasi lokasi terbaik secara operasional, tetapi juga mengurangi risiko bisnis akibat perubahan regulasi dan dinamika geopolitik. Perusahaan yang mampu memanfaatkan AI dalam strategi lokasinya akan lebih siap menghadapi perubahan pasar dan mempertahankan keunggulan kompetitif.

Roy menyimpulkan, supaya AI benar-benar memberikan dampak maksimal pada bisnis, pemimpin perusahaan harus memperhatikan tiga tren utama ini pada tahun 2025. Agility dan pemberdayaan tim harus menjadi prioritas yang utama.

Ia menegaskan, karyawan adalah aset dan elemen kunci dalam keberhasilan penggunaan AI dengan didukung reskilling yang tepat, perlindungan keamanan yang kuat, dan dukungan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pemimpin untuk menata ulang strategi talenta organisasi mereka dan menjadikan sumber daya manusia sebagai investasi teknologi terpenting pada tahun 2025 dan seterusnya.