Gen Z Sering Alami Burnout? Ini 7 Cara Aman Bertahan di Tempat Kerja yang Toksik
- Freepik
Lifestyle – Masuk dunia kerja menjadi lompatan besar bagi banyak Gen Z. Semangat idealisme, harapan akan budaya kerja sehat, dan impian berkembang sering kali berbenturan dengan realitas: rekan kerja yang pasif-agresif, atasan yang tidak suportif, beban kerja berlebihan, atau budaya lembur tanpa kompensasi.
Tak jarang, Gen Z merasa terjebak dalam lingkungan kerja yang toksik, tapi tetap bertahan karena kebutuhan finansial.
Memilih keluar dari pekerjaan memang bisa menjadi solusi, tapi tidak semua orang punya “tabungan kebebasan” untuk resign kapan saja. Itulah sebabnya penting bagi Gen Z untuk memiliki strategi bertahan agar tetap waras secara mental dan stabil secara finansial.
Berikut adalah tips untuk bertahan di lingkungan kerja toksik tanpa terjebak burnout, baik mental maupun dompet Anda:
1. Kenali Tanda-Tanda Lingkungan Kerja Toksik Sejak Dini
Langkah pertama adalah menyadari apakah Anda benar-benar berada dalam lingkungan kerja yang tidak sehat. Tanda-tandanya bisa berupa komunikasi pasif-agresif, jam kerja berlebihan, ketidakjelasan tugas, tekanan tanpa dukungan, atau intimidasi terselubung. Kesadaran ini penting agar Anda bisa bersikap proaktif dan tidak menyalahkan diri sendiri.
2. Pisahkan Identitas Diri dari Pekerjaan
Jangan biarkan pekerjaan mendefinisikan harga diri Anda. Banyak Gen Z merasa gagal jika tidak dihargai di tempat kerja, padahal masalahnya bukan pada Anda.
Jaga batas emosional—anggap pekerjaan sebagai salah satu bagian hidup, bukan segalanya. Ini akan membantu Anda lebih rasional dalam mengambil keputusan dan menjaga mental tetap sehat.
3. Bangun Jaringan Dukungan di Luar Kantor
Lingkungan kerja yang toksik bisa terasa melelahkan jika Anda tak punya support system. Bangun koneksi dengan teman sebaya, komunitas profesional, atau mentor di luar kantor.
Selain memberikan perspektif baru, jaringan ini bisa menjadi jalan keluar saat Anda ingin pindah kerja atau butuh referensi.
4. Catat Pekerjaan dan Komunikasi dengan Rapi
Jika Anda sering mengalami perlakuan tidak adil, biasakan mencatat semua komunikasi penting, deadline, dan hasil kerja. Dokumentasi ini akan sangat berguna jika terjadi konflik, evaluasi tidak adil, atau jika Anda perlu membela diri secara profesional.
5. Buat Dana Darurat Khusus “Pindah Kerja”
Lingkungan toksik bisa membuat Anda ingin segera keluar, tapi jangan gegabah jika belum siap finansial. Sisihkan sebagian gaji setiap bulan untuk dana darurat pindah kerja. Idealnya, dana ini mencakup 3–6 bulan pengeluaran dasar agar Anda bisa resign dengan tenang saat waktunya tiba.
6. Ambil Proyek Sampingan atau Freelance
Jika memungkinkan, manfaatkan keahlian Anda untuk menambah penghasilan dari luar kantor. Ini tidak hanya memperkuat kondisi keuangan, tapi juga membangun rasa percaya diri dan membuka peluang kerja baru. Dengan penghasilan tambahan, Anda tak akan terlalu bergantung pada gaji dari tempat kerja yang toksik.
7. Tetap Belajar dan Persiapkan Exit Plan
Lingkungan kerja yang buruk sebaiknya tidak jadi tempat menetap. Gunakan waktu Anda untuk belajar skill baru, memperbarui CV, dan melamar ke tempat yang lebih sehat. Jangan tunggu sampai burnout total. Persiapkan exit plan dengan terukur agar Anda bisa keluar dengan aman dan tetap punya arah karier yang jelas.
Bertahan di tempat kerja yang toksik memang tidak ideal, tapi kadang menjadi satu-satunya pilihan sementara. Kuncinya adalah menjaga batas sehat, memperkuat fondasi keuangan, dan tidak berhenti bergerak mencari opsi yang lebih baik.
Gen Z punya kelebihan dalam hal adaptasi dan kreativitas, gunakan kekuatan itu untuk bertahan tanpa kehilangan jati diri maupun kestabilan finansial Anda.