Anak Tantrum, Orang Tua Ikut Meledak? Ini Cara Kendalikan Emosi dalam 10 Detik!

Ilustrasi Anak Tantrum
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pernah mengalami pagi yang seharusnya tenang malah berubah jadi medan perang karena anak menolak pakai sepatu? Atau waktu makan malam berantakan karena si kecil melempar makanan sambil berteriak?

Rasanya Ingin Mukul Bos Pas Dia Marah-marah? Mungkin Ini Penjelasan Psikologisnya

Jika ya, kamu tidak sendirian. Anak tantrum adalah fase yang wajar dalam tumbuh kembang, tapi sering kali justru memancing emosi orang tua. Dalam hitungan detik, dari yang awalnya sabar bisa berubah jadi bentakan, atau minimal gumaman penuh frustrasi.

Di sinilah masalah muncul kita tidak hanya berurusan dengan anak yang emosinya meledak, tapi juga dengan diri sendiri yang ikut tersulut. Apakah bisa mengontrol emosi dalam situasi semacam ini? Jawabannya bisa, bahkan dalam waktu sesingkat 10 detik asal tahu caranya.

Kenapa Kita Bisa Ikutan Marah Saat Anak Tantrum?

Mendikdasmen Larang Murid Main Roblox, Ternyata Ini Dampak Mengerikan Game yang Mengandung Unsur Kekerasan bagi Anak SD

Tantrum bukan hanya soal jeritan dan tangisan. Ini juga tentang ledakan energi emosional yang bisa memicu reaksi biologis dalam tubuh orang tua. Ketika anak berteriak atau menolak, otak kita menginterpretasikan itu sebagai ancaman.

Maka sistem saraf otomatis masuk ke mode fight or flight. Jantung berdetak lebih cepat, napas pendek, dan suara dalam kepala mulai berteriak “Cepat diam! Jangan bikin repot!”

Anak Susah Dikasih Tahu? Bisa Jadi Karena Ini, Bukan Cuma Keras Kepala!

Tapi masalahnya, saat otak sudah berada dalam mode darurat, bagian otak yang mengatur logika dan empati (korteks prefrontal) justru melemah. Akibatnya, orang tua rentan bereaksi impulsive dengan bentakan, ancaman, atau bahkan sikap menjauh.

Praktisi sistem saraf dan co-author buku The Secret Language, Karden Rabi, menjelaskan bahwa kemampuan orang tua untuk tetap tenang di tengah tantrum sangat bergantung pada kesadaran tubuh mereka terhadap sinyal stres.

Dalam wawancara dengan Mother & Baby, Rabin menyatakan bahwa semakin cepat kita menyadari bahwa diri sedang terganggu, semakin besar peluang kita untuk mengambil langkah tenang bukan meledak.

“Saat kamu bisa mengendalikan emosimu, kamu sedang memberi contoh sikap tenang kepada anakmu. Ini adalah salah satu cara paling kuat untuk mengajarkan mereka ketahanan emosi,” kata dia.

Dengan kata lain, cara kita menanggapi tantrum bukan hanya berdampak pada situasi saat itu, tapi juga menjadi pelajaran emosional jangka panjang bagi anak.

Langkah Praktis: Tenang dalam 10 Detik

Lalu, bagaimana menerapkan “intervensi cepat” saat darah mulai naik? Berikut teknik 10 detik yang bisa dilatih siapa saja:

1. Sadari Reaksi Tubuh

Begitu anak mulai tantrum, langsung perhatikan sinyal dalam tubuhmu. Apakah napas mulai pendek? Apakah tangan mengepal? Apakah kamu ingin langsung berkata keras? Kesadaran ini adalah langkah pertama.

2. Tarik Napas dengan Teknik 4-7-8

Gunakan teknik pernapasan cepat yang disebut 4‑7‑8 breathing:

  • Tarik napas selama 4 detik.
  • Tahan napas selama 7 detik.
  • Hembuskan perlahan selama 8 detik.

Teknik ini membantu sistem saraf keluar dari mode “siaga tinggi” dan masuk ke kondisi lebih stabil. Bahkan dalam satu kali putaran, tubuh sudah mulai merespons dengan ketenangan.

3. Relaksasi Otot Cepat

Jika memungkinkan, tegangkan otot bahu atau tangan selama 2 detik, lalu lepaskan perlahan. Ini disebut progressive muscle relaxation, membantu mengalihkan perhatian dari emosi ke sensasi tubuh.

4. Pegang Objek Nyata (Grounding)

Jika kamu sedang duduk atau berdiri dekat benda fisik, sentuh benda tersebut dan fokus pada teksturnya. Misalnya pegang gagang kursi, tekstur meja, atau sudut dinding. Ini membantu membumikan perhatian dan menurunkan intensitas emosi.

Dengan latihan, langkah-langkah ini bisa dilakukan bahkan dalam situasi terburuk. Kuncinya adalah latihan dan kesadaran.

Efek Domino dari Orang Tua yang Tenang

Banyak orang tua berpikir bahwa yang penting adalah menghentikan tantrum. Tapi nyatanya, anak justru lebih cepat tenang jika melihat orang tuanya tenang terlebih dahulu.

Karden Rabin menekankan bahwa dengan tetap tenang, kita bukan hanya menghindari konflik, tapi juga mengajari anak cara menghadapi emosi mereka sendiri. Kita tidak sedang menangkan pertempuran, tapi sedang memberi contoh bagaimana mengelola badai emosi.

Anak tidak lahir dengan kemampuan regulasi diri. Mereka belajar dari melihat dan figur utama yang mereka pelajari adalah kita, orang tuanya.

Alternatif Teknik Jika Waktu dan Situasi Mendukung

Selain teknik 10 detik, kamu juga bisa mencoba:

  • Labeling perasaan anak dan diri sendiri:
    Seperti disarankan oleh Dr. Jeffrey Bernstein, Ph.D. dalam Psychology Today, katakan dengan tenang, “Kamu sedang marah ya? Mama juga lagi lelah.” Ini menunjukkan bahwa kamu peka tanpa kehilangan arah.
  • Empati tanpa menyerah:
    Psikolog anak Dr. Ishinna Sadana menyarankan orang tua untuk berkata, “Ibu tahu kamu sedih, tapi sekarang waktunya mandi.” Tetap empati, tapi tetap tegas.

Kombinasi antara teknik fisik dan komunikasi ini mempercepat proses tenang baik untuk anak maupun orang tua.