Mengenal Fenomena Rojali alias Rombongan Jarang Beli yang Marak di Mal dan Kafe, Pertanda Apa?
- Freepik
Lifestyle – Dalam beberapa waktu terakhir, istilah “Rojali” sering berseliweran di media sosial, terutama TikTok, Instagram, dan Twitter. Meski terdengar lucu, istilah ini menggambarkan fenomena sosial yang cukup meresahkan, terutama bagi para pelaku usaha kuliner.
Istilah Rojali merupakan singkatan dari “Rombongan Jarang Beli”. Mereka datang ke tempat makan atau minum dalam jumlah besar, tapi hanya satu atau dua orang yang membeli, sementara sisanya hanya duduk, ngobrol, atau menikmati fasilitas seperti WiFi dan AC tanpa melakukan transaksi.
Fenomena ini tak hanya ramai dibahas secara online, tapi juga mulai menjadi tantangan nyata di lapangan. Berikut penjelasan lengkap tentang apa itu fenomena Rojali, bagaimana asal-usulnya, dan apa saja dampaknya.
1. Apa Itu Fenomena Rojali?
Rojali adalah sebutan untuk rombongan orang, biasanya anak muda seperti pelajar atau mahasiswa, yang datang ke tempat usaha seperti kafe, warung kopi, atau restoran, tapi jarang membeli. Bahkan ada yang datang tanpa membeli apa pun, hanya menumpang duduk dan menikmati fasilitas.
Misalnya, dari lima orang yang datang, hanya satu yang pesan es teh, sementara sisanya membawa makanan dari luar atau hanya duduk-duduk sambil main ponsel.
2. Asal Mula Istilah Rojali
Istilah ini mulai populer sekitar pertengahan 2024, saat sejumlah pemilik usaha membagikan keluhannya di media sosial tentang pelanggan yang hanya numpang duduk tanpa membeli. Dari sanalah istilah “Rombongan Jarang Beli” alias Rojali muncul dan viral.
Beberapa video di TikTok bahkan memperlihatkan suasana kafe yang dipenuhi pengunjung, tapi pemiliknya justru kesulitan menutup biaya operasional karena minimnya transaksi. Sejak saat itu, istilah Rojali menjadi semacam sindiran populer yang menyebar luas di kalangan pelaku UMKM.
3. Siapa Saja yang Biasanya Masuk Kategori Rojali?
- Rombongan anak sekolah atau mahasiswa
- Kelompok pekerja yang hanya “numpang duduk”
- Komunitas yang sengaja berkumpul di satu tempat karena WiFi gratis
- Pengunjung mal yang hanya cuci mata tanpa belanja apa pun
4. Mengapa Rojali Jadi Masalah?
Bagi pemilik usaha kuliner, setiap kursi dan meja adalah peluang pemasukan. Jika kursi penuh oleh pengunjung yang tidak membeli, mereka bisa kehilangan calon pembeli lain yang datang dan terpaksa pulang karena tidak kebagian tempat.
Fasilitas seperti WiFi, listrik, dan AC tetap berjalan dan memakan biaya. Bila tidak diimbangi oleh transaksi, usaha bisa merugi. Bagi bisnis kecil, kehilangan pemasukan harian bisa berisiko besar bagi kelangsungan usaha.
5. Contoh Dampak Nyata Fenomena Rojali
- Turunnya pendapatan harian karena banyak tempat duduk terisi tapi tidak ada pembelian
- Bertambahnya beban operasional seperti listrik, WiFi, dan kebersihan tanpa pemasukan yang sepadan
- Calon pelanggan batal datang karena tempat tampak penuh
- Menurunnya motivasi pegawai karena kerja keras tidak sebanding dengan hasil
- Perlunya kebijakan khusus seperti minimum order, batas waktu duduk, atau larangan bawa makanan luar
6. Reaksi Pelaku Usaha terhadap Rojali
Banyak pengusaha akhirnya memasang pengumuman minimum pembelian, membatasi penggunaan WiFi. Namun tidak sedikit juga yang memilih bersikap pasif, khawatir kehilangan pengunjung tetap atau dinilai tidak ramah.
Di sisi lain, beberapa pelaku usaha berusaha mengedukasi pelanggan bahwa membeli meski hanya satu menu adalah bentuk dukungan kepada bisnis kecil.
7. Apakah Ada Solusi?
Untuk mencegah efek buruk dari fenomena Rojali, diperlukan kesadaran bersama. Misal, untuk pengunjung, kalau ingin menikmati fasilitas tempat makan, setidaknya belilah satu menu, meski murah.
Kemudian, untuk pemilik usaha, sediakan opsi menu hemat agar tetap ramah kantong, khususnya bagi pelajar atau mahasiswa. Lalu, untuk komunitas, ajak anggota saling mengingatkan pentingnya menghargai tempat usaha dengan membeli produk, bukan sekadar nongkrong.
Artinya, fenomena Rojali (Rombongan Jarang Beli) adalah gambaran dari perubahan pola konsumsi masyarakat yang memilih suasana dan fasilitas tanpa harus mengeluarkan uang. Meski tidak dilarang, kebiasaan ini bisa berdampak besar bagi pelaku usaha kecil, khususnya di sektor kuliner dan ritel.
Jadi, jika Anda datang ke kafe, tempat makan, atau restoran, cobalah untuk tetap membeli produk yang tersedia. Satu gelas kopi atau camilan simpel saja, Anda bisa menjadi penyambung hidup usaha kecil yang sedang berjuang.